Jauh sebelum adanya pandemi COVID-19, konstruksi telah dipandang sebagai sektor yang berbahaya, berisiko, dinamis, dan kompetitif, sehingga perilaku keselamatan pekerjanya merupakan hal yang menarik untuk digali. Penelitian ini melibatkan 200 responden yang merupakan pekerja konstruksi gedung bertingkat. Proses pengumpulan data menggunakan kuesioner yang tersusun atas skala perilaku keselamatan, burnout, tuntutan kerja dan sumber daya kerja. Analisis hubungan antar variabel dilakukan melalui structural equation modeling (SEM) dengan aplikasi Smart-PLS. Hasil analisa menunjukan 79% responden memiliki tingkat perilaku keselamatan yang tinggi. Hasil penilaian terhadap burnout yang terdiri dari dimensi kelelahan berada pada kategori sedang sebesar 46,5%, sinisme ada pada taraf rendah yakni 64% dan perasaan tidak mampu dalam level rendah sebanyak 66,5%. Interaksi yang dilakukan pada variabel tuntutan dan sumber daya kerja menunjukan bahwa 88% responden menganggap kondisi kerjanya menantang. Setiap kenaikan tuntutan kerja akan berpengaruh 41,9% terhadap terjadinya burnout dan setiap kenaikan sumber daya kerja akan menurunkan 39,5% terjadinya burnout. Perilaku keselamatan dipengaruhi akan menurun sebanyak 17,3% setiap kenaikan burnout. Tuntutan dan dan sumber daya kerja tanpa mediasi dari burnout menaikan perilaku keselamatan sebesar masing-masing 11,9% dan 59,3%. Tuntutan kerja melalui burnout berpengaruh negatif secara signifikan terhadap perilaku keselamatan. Artinya jika satu satuan tuntutan kerja meningkat maka burnout juga dapat meningkat secara tidak langsung dan menurunkan sebanyak 7,3% perilaku keselamatan. Sumber daya kerja melalui burnout berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku keselamatan. Artinya jika satu satuan sumber daya kerja meningkat maka burnout menurun secara tidak langsung dan meningkatkan sebanyak 6,8% perilaku keselamatan.