digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Jalan di Indonesia pada umumnya menggunakan jenis perkerasan lentur. Jenis kerusakan jalan yang sering terjadi pada perkerasan lentur diakibatkan oleh volume lalu lintas yang tinggi serta akibat beban berulang. Pelapisan ulang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perkerasan dengan melapisi perkerasan yang sudah ada dengan perkerasan baru yang memiliki ketebalan tertentu. Pada umumnya jenis campuran yang sering digunakan adalah AC-WC dengan tebal nominal minimum 40 mm. Saat ini, di Indonesia mulai digunakan jenis campuran tipis seperti Thin Surfacing Stone Matrix Asphalt Wearing Coarse (SMA-Tipis). SMA-Tipis memiliki tebal nominal minimal 30 mm. Pada penggunaanya di Dunia, sudah dikenal adanya jenis campuran Ultra Thin Surfacing Hot Mix Asphalt yang memiliki tebal nominal maksimal 38 mm. Kedua jenis campuran ini memiliki nilai tebal nominal lebih tipis dari jenis campuran yang sering digunakan pada pelapisan ulang. Hasil pengujian terhadap karakteristik agregat yang didapatkan dari lokasi quarry Subang menunjukkan hasil yang memenuhi spesifikasi. Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal penetrasi 60-70 yang memenuhi spesifikasi aspal. Penentuan kadar aspal optimum menggunakan hasil dari pengujian Marshall mengikuti spesifikasi SMA-Tipis dalam SNI 8129:2015. Kadar aspal campuran Ohio (C1) didapat sebesar 6,52% dan campuran SMA-Tipis (C2) sebesar 6,26%. Pada pengujian kinerja campuran dilakukan pengujian UMATTA untuk mengetahui nilai modulus, didapat campuran C1 sebesar 1725 Mpa dan C2 sebesar 1210 MPa pada suhu 35°C. Modulus resilien tidak hanya didapat dari pengujian di laboratorium menggunakan alat UMATTA melainkan juga menggunakan metode empiris. Hasil yang didapat paling mendekati dengan hasil di laboratorium adalah menggunakan metode Asphalt Institute. Pada pengujian kinerja campuran menggunakan alat HWTD didapat C1 memiliki nilai rutdepth sebesar 9,62 mm dan C2 memiliki rut depth sebesar 6,53 mm pada suhu 45°C. Kondisi ini menunjukkan bahwa campuran jenis C2 memiliki ketahanan terhadap deformasi yang lebih baik pada kondisi lalu lintas yang besar dibandingkan C1.