Indonesia termasuk wilayah ekuator yang aktivitas geomagnetiknya dapat direpresentasikan oleh Indeks K dan Indeks Dst. Indeks K (tidak bersatuan) merupakan deviasi dari rataan berjalan jangka pendek (amplitudo per 3 jam-an) terhadap variasi harian nya sedangkan Indeks Dst (nanotesla) merupakan deviasi dari variasi hari tenang dan variasi tahunan (rataan per 1 jam-an) terhadap variasi harian nya.
Metode FMI (Finnish Meteorological Institute) merupakan salah satu metode terbaik dalam penentuan Indeks K yang resmi digunakan oleh IAGA (selain metode LRNS, USGS, dan Kasm) dengan angka kesalahan terkecil terhadap metode manual nya. Namun, penelitian dengan menggunakan metode FMI jarang ditemukan karena aplikasi pengolahan nya yang masih menggunakan bahasa Fortran / C sehingga relatif sulit untuk dioperasikan. Dalam penelitian ini, dilakukan pembuatan aplikasi metode FMI yang lebih mudah dengan platform Matlab (GUI). Hasil aplikasi tersebut digunakan untuk mengolah dan mengkaji indeks badai geomagnetik lokal (Indeks K) menggunakan data observatorium magnet BMKG, yakni Tuntungan, Kupang, Tondano, dan Jayapura periode tahun 2017 dimana terdapat banyak isu badai geomagnetik yang terpublikasikan. Pada penelitian ini, dilakukan pula perhitungan Indeks Dst regional Indonesia menggunakan metode EMD (Empirical Mode Decomposition) dari data dan periode yang sama. Penentuan tabel K9-Limit dilakukan menggunakan data periode tahun 2015 – 2020 untuk dijadikan acuan dalam menentukan Indeks K nya.
Dengan menggunakan tabel konversi dan aplikasi yang dihasilkan, Indeks K(FMI) memiliki korelasi yang kuat dengan Indeks K(FMI) dari observatorium Armagh, yakni 0,88 dengan RMSE ~0.37, sedangkan Indeks Dst regional (EMD) yang dihasilkan memiliki pola yang agak sedikit berbeda dengan Indeks Dst equatorial dari WDC-Kyoto. Adapun kejadian geomagnetik terbesar selama periode 2017 terjadi pada 7 - 9 September 2017 yang mencapai ~140 nT pada Indeks Dst regional (EMD), ~120 nT pada Indeks Dst equatorial, dan skala 7 - 8 pada Indeks K(FMI).