Pengesahan Rencana Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) oleh DPR RI
menjadi peresmian awal dalam usaha perpindahan IKN dari DKI Jakarta. Beberapa
pertimbangan perpindahan tersebut diantaranya: peningkatan level kepadatan
penduduk, ketimpangan kontribusi ekonomi daerah, krisis ketersediaan air, dan
pesatnya konversi lahan yang dialami oleh Pulau Jawa. Hal tersebut menuntut
daerah baru, khususnya wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi calon
ibu kota harus memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, salah satunya ialah sektor
energi.
Perkiraan penambahan energi sebesar 1.555 MW dari kondisi eksisting salah
satunya dapat ditempuh melalui pemanfaatan energi air dengan sistem Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA). Sebagai langkah transisi infrastruktur pembangkit
berbasis EBT, hal ini sejalan dengan hasil KTT COP ke-26, Program Net Zero
Emission Indonesia Road Map, dan KTT G-20 yang seluruhnya diikuti oleh
Indonesia. Selain itu, rencana ini didukung dengan kondisi Indonesia yang menjadi
salah satu negara dengan potensi ketersediaan air permukaan yang tinggi. Sehingga,
kesiapan wilayah perlu dinilai melalui pengkajian lokasi potensial PLTA di
Kalimantan Timur, khususnya WS Mahakam.
Pengembangan metode kajian lokasi potensial dilakukan dengan menerapkan
model berupa Soil and Water Assessment Tool (SWAT) yang menghubungkan nilai
debit limpasan terhadap suatu kejadian hujan. Penggunaan tools berupa SWAT
Weather Database dapat menyusun berbagai kombinasi basis data dengan
komponen berupa: data satelit Climate Forecast System Reanalysis (CFSR) sebagai
pemenuh klimatologi, data satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM),
dan data hujan observasi sebagai pemenuh nilai hujan. Hasil model tersebut
dikalibrasikan terhadap data observasi lapangan untuk memperoleh nilai yang lebih
dapat diandalkan. Analisis lokasi potensial didasarkan pada nilai debit, Digital
Elevation Model (DEM), arah aliran, dan akumulasi aliran di wilayah kajian.
Penerapan algoritma diversi yang menganalisis suatu lokasi diharapkan dapat
melahirkan titik-titik potensial yang dapat menjadi sumber energi pembangkit
listrik. Pemetaan ini juga menghadirkan aspek sosial berupa pertimbangan tata guna lahan guna menghindari konfrontasi penggunaan lahan seperti peruntukan kawasan
lindung, daerah kependudukan, dan jalur transportasi air.
Nilai potensi daya awal PLTM dan PLTMH yang berada di WS Mahakam adalah
sebesar 6.471 MW dengan total lokasi sebanyak 3.160 titik. Setelah mengalami
filtrasi terhadap beberapa aspek, nilai potensi akhir yang dimiliki adalah sebesar
114,39 MW dengan titik sebanyak 41 buah. Persebaran titik potensial cenderung
berada di daerah hulu WS yang memiliki topografi dengan beda tinggi yang besar.
Kedepannya, nilai potensi ini harus melalui kajian yang lebih dalam, terutama
dalam penentuan debit pemanfaatan dan penggunaan data DEM yang memerlukan
pendekatan terhadap observasi lapangan. Nilai ketidakpastian potensi tidak dapat
ditentukan pada penelitian kali ini, dikarenakan keterbatasan data dan akses
lapangan. Sehingga, penelitian ini dapat digunakan sebagai tahap pre-feasibility
study yang menjadi gambaran awal nilai potensi tenaga air Mahakam WS.