digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Mona Munawaroh
PUBLIC Open In Flip Book Resti Andriani

BAB 1 Mona Munawaroh
PUBLIC Open In Flip Book Resti Andriani

BAB 2 Mona Munawaroh
PUBLIC Open In Flip Book Resti Andriani

BAB 3 Mona Munawaroh
PUBLIC Open In Flip Book Resti Andriani

BAB 4 Mona Munawaroh
PUBLIC Open In Flip Book Resti Andriani

BAB 5 Mona Munawaroh
PUBLIC Open In Flip Book Resti Andriani

PUSTAKA Mona Munawaroh
PUBLIC Open In Flip Book Resti Andriani

Produksi nikel untuk bahan baku baterai kendaraan listrik terus meningkat sebanyak 30% setiap tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh banyaknya permintaan terhadap kebutuhan kendaraan listrik sebagai solusi dari isu pemanasan global akibat bahan bakar fosil. Sebagai negara dengan produksi nikel terbanyak pada tahun 2021, Indonesia akan mengoperasikan 6 pabrik pemurnian nikel dengan teknologi HPAL (high pressure acid leaching). Indonesia juga memiliki 1 teknologi pemurnian nikel berbasis kombinasi pirometalurgi-hidrometalurgi yang masih dalam tahap dalam pengembangan. Permasalahan muncul dengan banyaknya pabrik pemurnian nikel berbasis hidrometalurgi dimana sisa hasil pengolahan (SHP) terus menumpuk dan berpotensi mencemari lingkungan. SHP memiliki kandungan Fe yang tinggi mencapai 48% dalam bentuk hematit dan memiliki kandungan S sekitar 1,3%. Di sisi lain, pertumbuhan permintaan pada industi besi dan baja lebih besar dibandingkan dengan kesediaan bahan bakunya sehingga memerlukan sumber sekunder untuk bahan baku industri besi dan baja. Nilai ambang batas sulfur untuk bahan baku besi dan baja adalah 0,1% sehingga kadar sulfur pada SHP harus disisihkan agar masuk ke dalam spesifikasi bahan baku industri besi dan baja. Penelitian ini berfokus pada pengurangan kadar sulfur pada residu pelindian bijih nikel laterit dengan metode pemanggangan pada variasi temperatur 500 °C hingga 1100 °C. Sampel hasil pemanggangan dilakukan karakterisasi menggunakan Xray Diffractometer (XRD) dan X-Ray Flourecence (XRF) untuk melihat kecenderungan pengurangan kadar sulfur dan perubahan komposisi pada sampel hasil pemanggangan. Percobaan dilanjutkan dengan pemanggangan reduksi pada berbagai profil temperatur untuk sampel awal residu pelindian (tanpa pemanggangan) dan sampel setelah pemanggangan. Hasil percobaan pemanggangan reduksi dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope– Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS) untuk melihat fasa-fasa yang terbentuk. Bentuk dan komposisi fasa hasil pemanggangan reduksi dari sampel hasil pemanggangan kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan fasa hasil pemanggangan reduksi sampel awal (tanpa pemanggangan). Hasil analisis pada percobaan pemanggangan sampel residu pelindian menunjukkan bahwa kadar sulfur menurun seiring dengan naiknya temperatur pemanggangan, kadar sulfur mencapai hampir 0% pada temperatur pemanggangan 1100 °C. Temperatur pemanggangan reduksi sampel awal residu penelitian yang optimum adalah 1400 °C dengan kandungan Fe 95,9% dan S 0,1 % pada logam. Temperatur pemanggangan reduksi sampel hasil pemanggangan 1100 °C yang optimum adalah 1200 °C dengan kandungan Fe 94,6 % dan S 0%. Perlakuan pemanggangan dapat menurunkan temperatur optimum untuk proses pemanggangan reduksi.