digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Yolana Fitria
PUBLIC sarnya

BAB 1 Yolana Fitria
Terbatas sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 2 Yolana Fitria
Terbatas sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 3 Yolana Fitria
Terbatas sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 4 Yolana Fitria
Terbatas sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 5 Yolana Fitria
Terbatas sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

2022_TS_PP_ YOLANA_FITRIA DAFUS.pdf)u
Terbatas sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

2022_TS_PP_ YOLANA_FITRIA LAMPIRAN.pdf)u
Terbatas sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

Indonesia menempati posisi ke empat sebagai negara dengan pengguna media sosial terbesar di dunia pada tahun 2021. Dari total 274,9 juta jiwa populasi pada tahun 2021, sebanyak 170 juta jiwa (61,8% dari jumlah populasi) merupakan pengguna media sosial. Media sosial kini tidak hanya digunakan oleh kalangan umum saja, namun juga oleh pejabat publik, pemerintah dan lembaga audit pemerintah. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), khususnya internet sebagai alat untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih baik telah dikenal dengan e-government. Penggunaan media sosial pada sektor publik dapat dilihat sebagai gelombang baru era e-government. Dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih baik, seperti halnya tujuan dari e-government, akuntabilitas bersama-sama dengan transparansi dan partisipasi dinilai merupakan elemen penting. Penelitian-penelitian terkait penggunaan media sosial di kalangan pemerintah dalam kaitannya dengan transparansi dan partisipasi publik telah banyak dilakukan, namun tidak halnya dengan akuntabilitas. Selain itu, konsep akuntabilitas sering kali dimaknai beragam oleh penulis maupun pembaca dan terus mengalami perluasan ruang lingkup dan pemaknaan. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan refleksi praktik pemerintahan digital melalui media sosial terhadap perspektif akuntabilitas publik dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan akuntabilitas tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Objek penelitian adalah BPK RI sebagai SAI Indonesia dan akun Instagram @bpkriofficial yang merupakan akun Instagram resmi dari SAI tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, pengamatan pada akun media sosial dan studi literatur. Data dianalisis dengan menggunakan sintesis teoritis atas empat pemikiran akuntabilitas, yakni five dimensions of accountability, accountability as a social relation, enhancing organizational reputation dan voluntary accountability. Hasil analisis akan bermuara pada kesimpulan bahwa praktik pemerintahan digital yang telah dilakukan bersesuaian atau tidak dengan konsepsi akuntabilitas. Dengan kata lain, jika praktik tersebut bersesuaian dengan konsepsi akuntabilitas, maka praktik pemerintahan digital melalui media sosial dapat disimpulkan sebagai praktik yang akuntabel, demikian sebaliknya. Selanjutnya, pemaknaan akuntabilitas berdasarkan hasil analisis bersama-sama ii dengan analisis dari coding transkrip wawancara akan digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan akuntabilitas dalam praktik pemerintahan digital melalui media sosial. Dalam penelitian ini, setidaknya terdapat tiga pemaknaan akuntabilitas publik berdasarkan empat konsep akuntabilitas dari para pemikir. Akuntabilitas dapat dimaknai sebagai dimensi moralitas berupa transparansi, kewajiban, pengendalian, tangung jawab dan daya tanggap. Akuntabilitas juga dapat dimaknai sebagai relasi sosial antara aktor dan forum, baik yang ditimbulkan dari kewajiban formal maupun dilakukan secara suka rela. Selain itu, akuntabilitas merupakan media untuk meningkatkan reputasi organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara aktual, praktik pemerintahan digital melalui penggunaan media sosial yang telah dilakukan BPK lebih menyerupai praktik akuntabilitas berdasarkan perspektif moralitas dan reputasi. BPK telah mengungkapkan kinerja organisasinya dalam akun media sosial. Atas hal itu, BPK telah menerima konsekuensi informal yang diberikan publik berupa dukungan positif terhadap kinerja organisasi dan komentar-komentar buruk atas ketidakpuasan publik terhadap kinerja organisasi. Praktik pemerintahan digital melalui penggunaan media sosial ini merupakan bentuk kepatuhan BPK terhadap kehendak rakyat yang termanifestasikan dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan terhadap berbagai aturan formal lainnya, baik dalam konteks negara maupun internal organisasi. Penggunaan media sosial yang dilakukan BPK berfokus pada kebutuhan organisasi dalam mengedukasi publik, agar dapat lebih mengenal tugas pokok dan fungsi BPK sebagai lembaga publik yang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Ketidakpahaman publik terhadap tugas dan fungsi pokok BPK dapat menurunkan reputasi lembaga di mata publik. Edukasi publik yang dilakukan BPK dalam akun media sosialnya merupakan bentuk investasi reputasi. Namun praktik pemerintahan digital melalui penggunaan media sosial yang telah dilakukan BPK belum dapat dikatakan sebagai praktik yang akuntabel berdasarkan perspektif relasi sosial. Meskipun terdapat bukti bahwa telah terjadi pemberian informasi, debat dan penilaian dalam media sosial, relasi yang terjadi antara BPK sebagai aktor dan publik/followers sebagai forum secara garis besar masih berada pada fase/tahapan pemberian informasi. Struktur hierarki organisasi, alokasi sumber daya manusia dan preferensi publik diidentifikasi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemerintahan digital melalui media sosial dalam studi kasus. Struktur hierarki organisasi mempengaruhi pelaksanaan akuntabilitas dalam kaitannya dengan publikasi kinerja organisasi, sementara alokasi sumber daya manusia dan preferensi publik mempengaruhi interaksi timbal balik antara aktor dan forum.