ABSTRAK Benyamin Perwira Shidqi
PUBLIC Irwan Sofiyan COVER_Benyamin Perwira Shidqi.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan BAB I_Benyamin Perwira Shidqi.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan BAB II_Benyamin Perwira Shidqi.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan BAB III_Benyamin Perwira Shidqi.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan BAB IV_Benyamin Perwira Shidqi.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan BAB V_Benyamin Perwira Shidqi.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan PUSTAKA Benyamin Perwira Shidqi
PUBLIC Irwan Sofiyan LAMPIRAN_Benyamin Perwira Shidqi.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan
Geoarkeologi merupakan pendekatan konseptual serta implikatif dari konsep, metode, dan keilmuan aplikatif kebumian untuk mejawab isu atau permasalahan arkeologi. Pendekatan stratigrafi, sedimentologi, dan paleontologi di dalam geoarkeologi digunakan untuk memberikan gambaran secara lebih komprehensif mengenai suatu situs arkeologi khususnya situs tertutup seperti gua. Kegiatan survey dan ekskavasi Gua Panglima dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 2020 – 2021. Penelitian tersebut dilakukan untuk meneliti situs arkeologi di wilayah calon Ibu Kota Negara baru Indonesia. Penggalian tersebut menghasilkan rekaman stratigrafi yang baru di dalam endapan Gua Panglima, data fauna vertebrata, serta data arkeologi berupa artefak maupun ekofak. Namun, evaluasi geoarkeologi terkait analisis stratigrafi, sedimentologi, dan paleontologi belum dilakukan di Gua Panglima. Objek penelitian tesis ini adalah endapan kotak TP1 dan TP2 dari Gua Panglima (Gunung Parung, Kalimantan Timur) yang memiliki umur endapan di rentang Holosen. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi geoarkeologi Gua Panglima dengan menghubungkan zona stratigrafi, proses sedimentasi, dan temuan vertebrata serta konteksnya terhadap okupansi budaya prasejarah.
Metode yang digunakan di penelitian ini meliputi analisis stratigrafi, sedimentologi, dan analisis paleontologi berupa identifikasi taksonomi, tafonomi, kuantifikasi, serta pembagian fauna biotop. Seluruh data dari hasil analisis dikombinasikan dengan data sekunder berupa temuan artefak dan paleoiklim untuk merekonstruksi kondisi geoarkeologi Gua Panglima selama periode pembentukan dan pengisian. Data yang digunakan berupa rekam jejak stratigrafi kotak TP1 dan TP2, sampel sedimen dari kotak TP1, dan seluruh temuan fauna vertebrata yang meliputi gigi, rahang, tulang utama, dan fragmen lainnya.
Berdasarkan hasil analisis sedimentologi dan stratigrafi, sedimen pada kedua kotak ekskavasi dapat dibagi menjadi 5 zona stratigrafi dari bawah ke atas: zona I berupa endapan runtuhan gua, zona II – IV berupa isian endapan dengan temuan, dan zona V berupa endapan resen. Dominasi endapan di Gua Panglima dihasilkan oleh mekanisme aeolian dengan beberapa kali fase pengendapan melalui air. Persebaran besar butir didominasi oleh rentang ukuran lanau dengan beberapa fitur lapisan melensa berupa lempung. Berdasarkan analisis paleontologi, 38 taksa fauna vertebrata mulai dari tingkatan famili hingga spesies berhasil diidentifikasi. Seluruh fauna dibagi menjadi 8 kelompok besar taksa yaitu Primata, Artiodactyla, Perissodactyla, Carnivora, Rodentia, Reptilia, Pholidota, Chiroptera, dan Actinopterygii. Temuan sisa fauna vertebrata berjumlah 8848 spesimen dengan total temuan teridentifikasi (NISP) berjumlah 2293 dan temuan tidak teridentikasi berjumlah 6555. Kondisi tafonomi yang dapat dijumpai berupa fragmentasi, jejak terbakar, dan jejak potong (cutmark). Fauna biotop dibagi menjadi 4 kelompok yaitu arboreal, terrestrial, aquatic, dan cavernicole.
Berdasarkan bukti-bukti geoarkeologi endapan Gua Panglima, teramati pola perubahan dan hubungan yang selaras di antara data fauna biotop, jumlah temuan fauna, stratigrafi dan sedimentologi, artefak dan ekofak. Pola perubahan tersebut berkorelasi dengan kondisi iklim berupa musim hujan yang berkembang selama periode Holosen. Intensitas hunian di dalam Gua Panglima selama periode pembentukan endapan gua tercermin dari perubahan jumlah dan kelompok temuan fauna sebagai respon dari kemungkinan perubahan intensitas hujan. Kondisi hujan yang mulai intensif di periode Holosen Awal memiliki hubungan dengan mulainya hunian untuk mengisi ruang Gua Panglima yang dapat dilihat dari temuan di Zona II – III. Kondisi hujan yang lebih intensif memungkinkan terbentuknya genangan di ruang gua sehingga dapat mendorong hunian untuk berpindah area. Kondisi tersebut dicerminkan dari kehadiran fauna cavernicole di Zona IV. Fluktuasi kondisi hujan juga berkorelasi dengan kelompok fauna yang berkembang di lingkungan sekitar gua.