Terowongan pengelak merupakan salah satu konstruksi utama sebelum pembangunan Bendungan Manikin yang berada di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terowongan pengelak ini di dibangun menembus formasi Bobonaro, yang didominasi oleh material clay. Dalam keberjalanan pembangunan terowongan pengelak, terjadi permasalahan yaitu konvergen yang tinggi pada dinding terowongan yang cukup tinggi, sehingga mengakibatkan kerusakan pada sistem penyangga awal yang telah terpasang pada terowongan. Konvergen yang tinggi ini disebabkan oleh fenomena swelling pada material clay yang ditembus oleh konstruksi terowongan pengelak. Fenomena swelling ini berakibat pada
perubahan nilai kekuatan massa batuan di sekitar terowongan dan menimbulkan tekanan yang berlebihan pada dinding terowongan yang kemudian mengakibatkan kerusakan pada penyangga awal terowongan. Pada penelitian ini, dilakukan pemodelan numerik secara 2-dimensi pada 8 titik sepanjang terowongan untuk menentukan kondisi aktual setiap tahapan penggalian terowongan yang diiringi
oleh terjadinya swelling sehingga diperoleh kecenderungan dalam nilai reduksi kekuatan massa batuan dan pengaruh dari swelling pressure yang menekan penyangga awal terowongan. Kemudian dilakukan pemodelan numerik terhadap alternatif metode penyangga awal untuk mengatasi fenomena swelling, yaitu dengan (1) perubahan steel rib H-beam WF300 x 300 dengan penambahan invert beam dan (2) penggunaan penyangga awal original dan forepoling pipe roof umbrella dengan penambahan invert beam. Hasil dari metode penanganan swelling dengan perubahan steel rib H-beam WF300x300 dengan penambahan invert beam menurunkan nilai konvergen menjadi 14 cm dan pada metode penggunaan
forepoling dengan penambahan invert beam, nilai konvergen turun menjadi 8 cm. Hasil dari penelitian ini yaitu alternatif metode penyangga awal original dengan forepoling dan penambahan invert beam merupakan metode penanganan terbaik untuk mengatasi swelling yang terjadi pada terowongan pengelak Bendungan Manikin.