digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Shafira Ramadhani Busono
Terbatas Perpustakaan Prodi Arsitektur
» ITB

Dalam perspektif rancang kota, fenomena gentrifikasi dapat secara drastis mengubah kondisi sebuah kawasan, baik secara fisik maupun non-fisik. Menurut Lees et.al (2007), gentrifikasi merupakan sebuah proses transformasi kelas sosial atau sebidang lahan kosong di kawasan perkotaan yang tadinya dihuni oleh masyarakat kelas bawah menjadi kawasan kelompok kelas menengah ke atas, yang biasanya diperuntukkan sebagai kawasan komersial. Gentrifikasi ibarat sebuah koin dengan dua sisi mata uang yang berbeda, dapat merampas kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat lokal dan melemahkan kondisi ekonomi mereka, tetapi juga menyangkut ketidakseimbangan kondisi sosial dan rasial. Fenomena ini telah terjadi di Kawasan Bintaro Jaya, sebagai salah satu kota mandiri yang dijuluki 'Permeable City' di Indonesia. Munculnya batas-batas kawasan memisahkan komunitas lokal di Bintaro Jaya, menghambat tumbuhnya para pelaku usaha yang banyak menekuni industri kreatif di Bintaro. Padahal Bintaro memiliki potensi ekonomi kreatif yang sangat besar, meninjau Kawasan Bintaro sebagai salah satu distrik yang diisi oleh komunitas lokal kreatif terbanyak di lingkup Jabodetabek. Menanggapi isu tersebut, dibutuhkan sebuah ruang kolaborasi untuk mewadahi para pelaku ekonomi kreatif di Bintaro, yang diharapkan dapat mengeliminasi batas ruang di masyarakat, dan sekat sekat modernitas, mendorong interaksi dan menopang kegiatan perekonomian para pelaku usaha. Perancangan Creative and Collaborative Centre dilakukan dengan metode Cross Programming dengan fungsi komersil, yang diharapkan dapat menciptakan sebuah wadah yang berkelanjutan dan mendorong ekonomi wilayah Bintaro.