Semakin berkembang nya teknologi digital mendukung semakin banyak
tumbuhnya teknologi-teknologi digital baru, salah satunya adalah di bidang
keuangan (fintech). Mata uang kripto merupakan mata uang digital yang merupakan
perkembangan dari teknologi keuangan. Pada awal tahun 2022, Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) mencatat pengguna mata uang kripto
di Indonesia mencapai 12 juta pengguna dengan transaksi mencapai Rp. 83.3
trilliun. Salah satu kelas Mata Uang Kripto adalah stablecoin yang menawarkan
kestabilan harga yang di dukung dengan aset cadangan sehingga dapat memenuhi
dari segi aspek keamanan atau privasi dan bebas dari volatilitas. Biasanya aset
cadangan tersebut berupa mata uang fiat, barang komoditi berupa emas atau mata
uang kripto lain. Menurut peraturan Bappeti Nomor 7 tahun 2020 tentang
Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset
Kripto menyebutkan bahwa Mata Uang Kripto (Cryptocurrency) yang kita ketahui
saat ini bukan sebagai alat pembayaran yang sah di Wilayah NKRI, namun sebagai
Aset Kripto yang dapat diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto. Supaya bisa
berhasil dalam jangka panjang, mata uang crypto menghadapi banyak tantangan
dalam konteks teknologi, kegunaan, maupun regulasi.
Pada tugas akhir ini, dikembangkan suatu simulator untuk menganalisis kestabilan
dari stablecoin yang akhirnya diharapkan dapat membantu para stakeholder
ekosistem keuangan di masa depan untuk menentukan regulasi dengan semakin
berkembangnya sistem keuangan desentralsasi. Simulator ini dibuat menggunakan
metode Agent-Based Modelling (ABM) yang merupakan pemodelan berbasis agen
yang didalamnya mensimulasikan interaksi antara satu agen dengan agen yang
lainnya di dalm suatu ekosistem. Sehingga setiap agen nya dapat menjalakan peran
sesuai dengan role masing-masing. Agent-Based Modelling sering dipakai dalam
memodelkan suatu sistem yang kompleks, dalam hal ini dipakai untuk memodelkan
sistem keuangan, sehingga diharapkan hasil yang didapatkan akan semakin akurat.