digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Akhmad Fahmi Hikmatiyar
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 1 Akhmad Fahmi Hikmatiyar
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Akhmad Fahmi Hikmatiyar
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Akhmad Fahmi Hikmatiyar
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Akhmad Fahmi Hikmatiyar
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Akhmad Fahmi Hikmatiyar
PUBLIC Open In Flip Book Roosalina Vanina Viyazza

Badan POM RI menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Penerapan Program Manajemen Risiko (PMR) Keamanan Pangan pada Industri Susu Formula. Peraturan ini mewajibkan semua produsen susu formula di Indonesia untuk menerapkan sistem pengendalian mandiri keamanan pangan berbasis risiko. Sejak PMR diterbitkan pada tahun 2015, belum pernah dilakukan evaluasi dari aspek ekonomi atas pelaksanaan program ini. Hal ini terlihat dari Policy Quality Index untuk komoditas Pangan yang masih tertinggal dibandingkan komoditas lain di Badan POM RI. Berdasarkan Laporan Kinerja Badan POM tahun 2020, pencapaian indeks komodistas pangan berada di posisi ke-4 dari 5 walaupun melebihi target, yaitu 81,04 dari 73 target indeks. Gejala lain yang dapat menjadi indikator untuk melakukan evaluasi PMR dapat dilihat dari pertumbuhan industri yang menerapkan PMR yang mengalami penurunan sebesar 50% dari tahun 2016 hingga tahun 2020. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan program, biaya utama, masalah utama, dan manfaat dalam pelaksanaan Program Manajemen Risiko Keamanan Pangan pada Industri Susu Formula di Indonesia dan merumuskan solusi yang tepat untuk meningkatkan strategi untuk meningkatkan implementasi PMR. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dan kualitatif yang menganalisis data primer untuk menentukan kelayakan program dan mengidentifikasi biaya dan manfaat utama yang dialami dalam penerapan dan pengoperasian PMR oleh industri. Perhitungan Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR) dilakukan untuk mengetahui kelayakan program sedangkan Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan untuk mengidentifikasi peringkat biaya dan manfaat utama dalam menerapkan dan mengoperasikan PMR. Hasil penelitian menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 94.105.577.262,- sedangkan BCR sebesar 3,09. Hal ini menyimpulkan bahwa program PMR layak untuk diterapkan pada industri susu formula. Selanjutnya, biaya operasional dalam pencatatan merupakan peningkatan biaya operasional yang paling signifikan, sedangkan investasi pada mesin, teknologi, dan peralatan baru merupakan biaya implementasi terbesar. Di sisi lain, manfaat utama adalah skema jalur cepat dalam pendaftaran produk (MD) dan sertifikasi (HS, CPPOB, dan Sertifikasi Ekspor). Berdasarkan system thinking melalui analisis hubungan antara variabel yang dikembangkan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada tiga variabel utama yang dapat diintervensi untuk meningkatkan PMR yaitu: Meningkatkan dan mengoptimalkan manfaat PMR melalui skema jalur cepat; Meningkatkan branding PMR kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan membangun citra pasar yang baik untuk produk-produk yang dihasilkan oleh industri yang telah menerapkan PMR; dan Meningkatkan program pendampingan pada tahap awal implementasi PMR.