Ketahanan pangan menjadi salah satu isu global yang perlu direspons dengan
berbagai pendekatan untuk menghasilkan solusi yang tepat. Terdapat beberapa
faktor yang berpotensi menimbulkan kerentanan pangan di Indonesia, yaitu
semakin berkurangnya lahan pertanian setiap tahunnya, minimnya jumlah petani
muda sebagai generasi penerus dalam kegiatan pertanian, distribusi pangan tidak
merata, serta masih maraknya praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan. Isu
pangan pun menjadi salah satu target dalam Agenda Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDGs). Arsitektur berpotensi untuk dapat berkontribusi dalam
merespons permasalahan tersebut, di antaranya adalah dalam perancangannya
meminimalkan lahan terbangun untuk lahan pertanian, menyediakan fasilitas
edukasi yang menarik bagi generasi muda terkait pertanian berkelanjutan, serta
menerapkan strategi-strategi SDGs pada poin yang berkaitan dengan pangan.
Adapun permakultur dapat menjadi pendekatan yang relevan, karena permakultur
berfokus menciptakan lingkungan ekosistem produktif secara berkelanjutan,
seperti menyediakan kebutuhan pangan pengguna dengan meniru pola-pola alam,
bekerja sama dengan alam dibandingkan melawannya, meminimalkan input dari
luar tapak, rendah energi, rendah perawatan, dan menghasilkan sistem tertutup
tanpa sampah. Pendekatan permakultur tersebut berpotensi untuk
diimplementasikan ke dalam perancangan sekolah Islam Kuttab Al Fatih (KAF),
yang berada di kawasan pertanian konvensional. Selain itu, kuatnya nilai-nilai
Islam yang menjadi basis KAF dapat berintegrasi kuat dengan permakultur,
karena terdapat persamaan antara nilai-nilai Islam dengan prinsip-prinsip
permakultur. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk merancang
sekolah Islam KAF yang diintegrasikan dengan permakultur.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode
kualitatif dilakukan dengan mengkaji berbagai sumber untuk mengetahui kriteriakriteria yang diperlukan dalam perancangan, strategi-strategi pada proyek sejenis
yang dapat diterapkan ke dalam perancangan, serta mempelajari permasalahan
dan solusi yang dilakukan oleh para praktisi permakultur dalam
mengimplementasikan permakultur. Kemudian, melakukan survei dan wawancara
ke lokasi studi untuk mengetahui kondisi fisik maupun non-fisik pada tapak.
Adapun pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber untuk mengetahui
kondisi dan konteks lokasi studi pada skala yang lebih luas, yang dapat
mempengaruhi perancangan KAF. Sementara, metode kuantitatif dilakukan
dengan menghitung kebutuhan pangan yang dapat dipenuhi dalam perancangan
KAF.
Berdasarkan hasil kajian literatur, disimpulkan bahwa kondisi tahan pangan dapat
dicapai dengan memastikan setiap individu dapat mengakses pangan yang sehat
dengan mudah, dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, serta nilai,
moral, ataupun budaya yang dianut masyarakat setempat. Kondisi tersebut dapat
dicapai dengan mengimplementasikan permakultur, yang berlandaskan pada etika
dan prinsip permakultur, serta dengan merujuk pada target-target SDGs. Adapun
kuttab merupakan lembaga pendidikan setingkat sekolah dasar, yang berasal dari
Timur Tengah. Kemudian, terdapat isu yang kuat ditemukan di lokasi studi, yaitu
kuatnya nilai Islam yang menjadi basis kegiatan pendidikan di KAF, dengan
kurikulum pendidikan kuttab berlandaskan pada Al Qur’an dan Hadist. Maka,
dalam perancangannya perlu memperhatikan nilai-nilai Islam. Terdapat nilai-nilai
Islam yang dapat diintegrasikan dengan permakultur, namun juga terdapat
larangan dalam Islam yang perlu dipertimbangkan ke dalam perancangan. Oleh
karena itu, konsep perancangan yang diusulkan adalah permakultur Islami.
Adapun visi perancangannya adalah menghasilkan perancangan KAF yang
terintegrasi dengan permakultur, dengan nilai-nilai Islam sebagai landasannya,
untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan pada skala komunitas.
Berdasarkan usulan konsep di atas, isu-isu perancangan utama dirumuskan
berdasarkan penggabungan antara prinsip-prinsip permakultur dengan nilai-nilai
Islam. Isu-isu tersebut adalah ramah lingkungan (dalam hal penggunaan material,
penggunaan energi dan pengolahan limbah), adaptif dan produktif, rendah
perawatan dan rendah input dari luar tapak, serta perancangan mengandung pesanpesan tauhid. Isu-isu tersebut direspons ke dalam perancangan kawasan maupun
perancangan bangunan. Adapun bangunan yang difasilitasi di dalam tapak terdiri
dari bangunan utama dan bangunan pendukung. Bangunan utama berdasarkan
pada unsur-unsur yang diprioritaskan ada di KAF, yaitu bangunan pengelola dan
ruang guru, masjid, dan bangunan kelas. Selain itu, terdapat bangunan pendukung
untuk memfasilitasi kebutuhan institusi Akademi Guru, yang sama-sama berada di
dalam tapak, dan masih dalam yayasan yang sama dengan KAF. Akademi Guru
berfokus untuk mencetak pengajar yang akan di tugaskan di KAF. Bangunan
pendukung tersebut berupa kantor pengelola Akademi Guru, asrama khusus
ikhwan (pria), dan rumah musyrif (pengajar). Selain itu, terdapat pula warung AlFatih yang menyediakan keperluan pengguna di dalam tapak, serta dapat
dimanfaatkan untuk menjual hasil kebun yang berlebih dari dalam tapak. Adapun
fasilitas pelengkap lainnya disediakan berdasarkan hasil analisis pengguna dan
kegiatannya di dalam tapak.
Pada perancangan KAF, total area terbangun di dalam tapak adalah sebesar 15%,
sementara 85% sisanya merupakan ruang terbuka hijau, yang dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian. Berdasarkan kondisi tersebut, kebutuhan pangan
pengguna dapat dipenuhi 60% dari dalam tapak, dengan rincian 56% pangan
dipenuhi dari lahan pertanian, 4% dipenuhi dari bangunan. Dari hasil perancangan
tersebut dapat disimpulkan bahwa permakultur pun dapat diimplementasikan ke
dalam perancangan arsitekur bangunan, tidak hanya pada perancangan lanskap
yang sudah umum dilakukan. Pengimplementasian tersebut dapat dilakukan
dengan menerapkan prinsip-prinsip permakultur ke dalam perancangan arsitektur
bangunan. Kemudian, terbatasnya lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan
pengguna, dapat ditambah dengan memanfaatkan ruang-ruang yang ada pada
bangunan sebagai tempat menumbuhkan tanaman pangan yang beragam, seperti
di area atap, balkon, teras, dinding, maupun railing. Maka, arsitektur pun dapat
berkontribusi dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan pada
skala komunitas