Teknologi lumpur granula aerobik (LGA, aerobic granular sludge) akan menjadi
alternatif baru dalam pengolahan air limbah secara biologis pada masa yang akan
datang. Penerapan LGA untuk pengolahan air limbah industri saat ini masih berada
dalam proses penelitian dan akan mengarah pada pengolahan air limbah yang
mengandung polutan kompleks seperti air limbah tekstil. Kendala yang masih
dihadapi dalam penggunaan sistem LGA untuk pengolahan air limbah tekstil, yaitu
rendahnya produktivitas pembentukan granula (sejumlah kecil granula dapat
diproduksi dalam jangka waktu yang lama) dan rendahnya kestabilan LGA dalam
jangka waktu operasi yang lama. Usaha untuk meningkatkan produktivitas
pembentukan granula masih diperlukan.
Penelitian ini berkaitan dengan pembentukan LGA dengan menggunakan air
limbah tekstil sintetik dengan beberapa variasi sistem. Penelitian dilakukan melalui
dua tahapan eksperimen. Eksperimen pertama mempelajari pengaruh mode operasi,
yaitu sequencing batch reactor (SBR) dengan volume konstan (SB3) dan volume
berubah (SB4), serta pengaruh rasio nutrisi COD:N:P, yaitu masing-masing sebesar
100 : 6,3 : 2,4 (1×P), 100 : 6,3 : 12 (5×P), dan 100 : 6,3 : 24 (10×P). Eksperimen
kedua mempelajari pengaruh kondisi lingkungan, yaitu pH dan durasi aerasi. Studi
pengaruh tersebut dilakukan agar mendapatkan gambaran peningkatan produksi
LGA yang dapat dilakukan baik pada skala makro maupun mikro. Data-data hasil
percobaan digunakan untuk membangun model empiris sehingga melalui model
tersebut dapat ditentukan sistem yang terbaik untuk memproduksi granula.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan LGA sangat dipengaruhi
baik oleh mode operasi maupun rasio nutrisi. Beberapa hal dalam pembentukan
LGA hanya dipengaruhi oleh rasio nutrisi sehingga kombinasi yang tepat dari
keduanya dapat berdampak baik pada pembentukan LGA. Sementara itu,
pembentukan LGA lebih dipengaruhi oleh rasio nutrisi dan kurang dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan. Dampak peningkatan rasio nutrisi terhadap beberapa hal juga
ditunjukkan dalam penelitian ini. Dampak pada skala makro di antaranya
peningkatan akumulasi biomassa dan peningkatan laju pencapaian syarat lumpur
granula. Dampak pada skala mikro di antaranya terhadap morfologi, yaitu
peningkatan diameter rata-rata maksimum dan laju maturasi pada mode operasi tertentu, peningkatan kebulatan (circularity) dari rendah ke menengah, namun tidak
pada kebundaran (roundness); dan terhadap mikrostruktur, yaitu peningkatan
potensi sedimentasi, potensi penurunan keberlimpahan jumlah mikroba namun
sekaligus pengayaan jenis mikroba fungsional tertentu. Mekanisme usulan
pembentukan LGA yang berkaitan dengan peningkatan nutrisi juga dihasilkan dari
penelitian ini.
Penelitian ini menghasilkan “assessment tools” / perangkat penilaian terhadap suatu
sistem dalam memproduksi LGA yang mempertimbangkan beberapa aspek
penilaian. Hasil ini sangat bermanfaat untuk pembentukan LGA pada skala yang
lebih besar atau pada jenis air limbah lainnya. Namun demikian, hasil ini terbatas
hanya untuk sistem yang mengikuti model linear-eksponensial dalam
pengakumulasian biomassa dan dalam transformasi biomassa dari flokula menjadi
granula, serta mengikuti model unifikasi-Gompertz dalam maturasi ukuran granula.
Parameter-parameter turunan yang dapat memberikan penilaian terhadap sistem
pembentukan LGA yaitu: (1) “Indeks akumulasi lumpur” yang menilai banyaknya
LGA yang dapat diproduksi; (2) “Indeks transformasi lumpur” yang menilai
cepatnya lumpur flokula bertransformasi menjadi lumpur granula; dan (3) “Indeks
proporsi granula” yang menilai besarnya granula yang dapat diproduksi yang
proporsional terhadap laju pembentukannya. Dengan demikian, sistem yang
menghasilkan LGA yang banyak, cepat, dan bagus (seragam ukuran dan
bentuknya) dapat diketahui.
Hasil terbaik dari penelitian ini adalah kombinasi sistem SB3 dengan rasio nutrisi
5×P. LGA yang diproduksi dari sistem tersebut memiliki akumulasi biomassa
terendah sebesar 2,7 g/L dengan laju akumulasi sebesar 0,16 g/L/hari. LGA ini
mencapai SVI = 90 mL/g (sebagai syarat lumpur granula) pada hari ke 11 granulasi.
Kinerja penyisihan COD dan warna dari LGA tersebut berturut-turut mencapai 81%
dan 95%. LGA tersebut berukuran sedang (1,0 – 1,4 mm) dengan laju maturasi
sebesar 0,16 mm/hari dan bentuknya seragam, yaitu dengan kebulatan rendah
sebesar 0,55 ± 0,11 dan kebundaran menengah sebesar 0,63 ± 0,11. LGA tersebut
memiliki keberlimpahan jumlah mikroba 589 OTU (operational taxon units)
dengan keunikan mencapai 37% (jenis mikroba belum teridentifikasi secara
taksonomi). LGA tersebut terdiri dari kelompok mikroba jenis pengurai zat organik
dan pengurai zat warna tekstil yang didominasi oleh bakteri jenis Thermomonas
dan Rhodanobacter dengan ciri fisiologis khas berupa fakultatif anaerob,
membentuk biofilm, dan tahan kondisi ekstrim.
Peluang penelitian ke depannya adalah mempelajari lebih lanjut hubungan antara
ragam dan keberlimpahan komunitas mikroba dan kandungan partikel endapan
yang ditemukan di dalam LGA terhadap kinerja pengolahan ataupun terhadap
kestabilan LGA. Peluang lainnya adalah mengembangkan model yang lebih
universal yang memuat aspek kuantitas dan kualitas granula yang dihasilkan serta
menggambarkan kestabilan pada jangka waktu yang lama.