digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

PT. XYZ adalah perusahaan pertambangan batubara terbesar di Indonesia. Lokasi operasional XYZ berada di Sangatta dan Bengalon. Tambang batubara XYZ memiliki area konsesi seluas 80.000 hektar yang didirikan pada tahun 1980an. Karyawan XYZ mencapai sekitar 25.000 personel (termasuk kontraktor). Dalam kegiatan operasional pertambangannya, XYZ sangat peduli terhadap lingkungan, sosial, dan menjalankan tata kelola Good Mining Practice (Praktek Pengelolaan Tambangyang Baik) dengan meminimalkan dampak dari kegiatan operasionalnya. Dalam rangka mengantisipasi peningkatan kebutuhan batubara dunia, PT. XYZ harus meningkatkan produksinya. Sejalan dengan peningkatan produksi, kebutuhan akan ketersediaan lahan menjadi krusial. Divisi External Affairs and Sustainable Division (ESD) yang memiliki mandat di bidang pengelolaan lahan (Land Management) berada di garda terdepan dalam menyediakan lahan untuk operasional PT. XYZ. Dalam menjalankan tugasnya Departemen Land Management (LM) memiliki banyak kendala dan mengalami kesulitan dalam meningkatkan kinerjanya. Sejak tahun 2016 hingga tahun 2020, jumlah aktual kompensasi lahan tidak sesuai dengan jumlah rencana yang diminta oleh Divisi Mine Planning. Ada selisih sekitar 20% rata-rata luasan kompensasi lahan yang tidak tercapai. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang sangat mempengaruhi proses kompensasi lahan. Apabila luasan kompensasi lahan belum sesuai dengan jumlah lahan yang diminta oleh Divisi Mine Planning maka akan menimbulkan biaya tambahan. Divisi Mine Planning telah menghitung biaya tambahan ini, yaitu jika Departemen LM belum dapat menyediakan lahan yang telah direncanakan oleh Divisi Mine Planning, maka akan menimbulkan biaya tambahan akibat perubahan rencana tambang seperti: penambahan biaya konstruksi jalan yang lebih panjang (karena berputar), biaya penggalian tambahan karena pemindahan ke area stripping ratio yang lebih tinggi (tanah galian lebih banyak), biaya bahan bakar tambahan karena mesin yang lebih lama berputar. Ketidaksesuaian besaran kompensasi lahan yang diberikan oleh Departemen Land Management dengan rencana yang diminta oleh Divisi Mine Planning menyebabkan biaya tambahan untuk operasional XYZ. Hal ini mengurangi keuntungan yang diperoleh dari operasi penambangan XYZ. Untuk menentukan akar masalah, penulis akan menggunakan Fishbone Diagram Analysis atau Ishikawa Digram adalah alat analisis yang memberikan perspektif sistematis tentang sebab dan akibat yang timbul atau memiliki kontribusi terhadap suatu akibat. Berdasarkan hasil wawancara dan FGD (Focus Group Discussion) personnel Land Management serta menggunakan analisis Fishbone Diagram ditemukan bahwa akar penyebab permasalahan tidak tercapainya target (under performance) kompensasi lahan, antara lain: waktu proses kompensasi tanah, tenaga kerja, prosedur, kebijakan, harga tidak sesuai. Oleh karena itu untuk mengatasi akar penyebab masalah, penulis akan menggunakan Sistem Manajemen Kinerja The Balanced Scorecard (BSC). BSC dapat digunakan untuk mengatasi banyak hambatan untuk pelaksanaan strategi yang efektif. The Balanced Scorecard berfokus pada sistem terintegrasi dari indikator kinerja utama untuk faktor-faktor penentu keberhasilan yang dibagi menjadi: Ukuran Aktivitas (Perspektif Proses Bisnis Internal dan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan) dan Ukuran Hasil (Perspektif Pelanggan Perspektif Keuangan). Objek dari proses ganti rugi tanah adalah masyarakat atau manusia. Oleh karena itu penulis memerlukan tambahan framework lain dalam Sistem Manajemen Kinerja, yaitu Indikator Manajemen Kinerja Prisma. Prism akan mengkonfirmasi BSC untuk memastikan kepuasan pemangku kepentingan dalam proses kompensasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat Sistem Manajemen Kinerja baru yang menggabungkan manajemen The Balanced Scorecard (BSC) dan The Prism Performance untuk meningkatkan Kinerja Departemen Manajemen Pertanahan dalam Proses Kompensasi Lahan. Sistem Manajemen Kinerja Kombinasi Baru akan mengusulkan 4 lapisan pelaporan yang terdiri dari 37 Indikator Kinerja Utama (KPI) yang dikembangkan dari visi, misi, strategi, indikator, target dan inisiatif proses kompensasi lahan. Laporan tersebut akan terintegrasi dalam Aplikasi Dashboard Systems yang dapat diupdate dan dimonitor secara real time oleh manajemen PT. XYZ. Penerapan Sistem Manajemen Kinerja Gabungan ini akan menyelesaikan masalah kompensasi lahan dengan meningkatkan Kinerja Kompensasi Tanah.