Karakteristik pekerjaan mengemudikan kereta api yang monoton namun berisiko
tinggi menuntut kewaspadaan yang tinggi selama mengemudi. Penurunan
kewaspadaan atau perhatian berkelanjutan saat mengemudikan kereta api disebut
sebagai faktor yang menyebabkan kecelakaan. Penurunan tersebut dapat terjadi
karena kantuk atau kelelahan akibat kekurangan tidur. Kekurangan tidur ini sering
terjadi pada transportasi kereta api yang umumnya menggunakan sistem shift
sehingga cenderung membatasi durasi tidur. Untuk meminimasi risiko kecelakaan
kereta api akibat penurunan kewaspadaan, maka perlu dievaluasi tingkat
kewaspadaan pengemudi sebelum mengemudi. Selama ini evaluasi kesiapan
mengemudi sudah dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan dan wawancara terkait
kondisi kelelahan. Namun ini tidak cukup karena tidak dapat mendeteksi tingkat
kewaspadaan. Karenanya dibutuhkan metode uji kewaspadaan yang valid, akurat,
dan sensitif untuk melengkapi uji kesehatan yang sudah dilakukan.
Sejauh ini, Psychomotor Vigilance Task (PVT) yang mengukur kewaspadaan
dengan indikator kecepatan reaksi dianggap sebagai standar emas pengukuran
kewaspadaan. Banyak penelitian menyebut PVT valid dan sensitif untuk mengukur
perubahan kewaspadaan akibat kekurangan tidur. Namun sejauh ini tidak ada
penelitian yang menggunakannya dalam konteks aktivitas mengemudikan kereta
api yang monoton. Di lain pihak, Sustained Attention Test (SAT) menawarkan
pengukuran kewaspadaan bukan hanya dengan indikator kecepatan reaksi namun
juga memori kerja yang memainkan peran penting dalam fungsi kewaspadaan. SAT
sudah digunakan untuk menguji kewaspadaan pengemudi kereta api di Belgia dan
dinyatakan mampu membedakan kondisi fit dan unfit pengemudi akibat masalah
tidur. Meskipun baru dan belum banyak dikenal, SAT juga berpotensi menjadi
metode evaluasi kewaspadaan untuk pengemudi kereta api.
PVT atau SAT berpotensi menjadi alternatif metode pengukuran kewaspadaan bagi
pengemudi kereta api sebelum mengemudi. Namun, kinerja keduanya masih perlu
diselidiki lebih jauh dalam kondisi yang sering dialami pengemudi, yaitu
kekurangan tidur, monotonitas, dan perbedaan shift kerja (time of day). Kinerja dievaluasi dari tiga aspek yaitu validitas, akurasi, dan sensitivitas. Selain itu, apabila
digunakan untuk evaluasi kewaspadaan, maka perlu ditentukan hasil pengukuran
(outcome metrics) yang dapat dijadikan acuan dan nilai pisah batas (cut-off point)
yang mampu membedakan tingkat kewaspadaan. Sejauh ini belum ada penelitian
yang menilai kinerja keduanya dalam kaitan dengan pekerjaan mengemudikan
kereta api serta menentukan hasil pengukuran dan nilai pisah batasnya yang dapat
dipakai sebagai acuan untuk evaluasi kewaspadaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja PVT dan SAT serta menentukan hasil
pengukuran yang dapat dijadikan acuan evaluasi kewaspadaan serta nilai pisah
batasnya. Penelitian ini dibagi dalam dua studi yang melibatkan simulasi aktivitas
mengemudikan kereta api. Faktor keamanan dan tidak adanya perbedaan kinerja
yang signifikan dengan kondisi nyata menjadi alasan digunakannya simulator pada
penelitian ini. Studi I bertujuan untuk menguji validitas PVT dan SAT pada durasi
tidur yang dibatasi (4, 6, dan 8 jam). Validitas dinilai dengan analisis pola
perubahan kewaspadaan, uji Two-way repeated measures ANOVA, dan korelasi.
Studi II bertujuan untuk menilai kinerja PVT dan SAT berdasarkan validitas,
akurasi, dan sensitivitasnya. Selain itu, ditentukan juga hasil pengukuran dan nilai
pisah batas yang dapat digunakan sebagai acuan evaluasi kewaspadaan. Analisis
pola perubahan kewaspadaan, uji Three-way Mixed ANOVA, korelasi, regresi
logistik, dan Receiver Operating Characteristics (ROC) digunakan pada Studi II
ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan SAT sensitif terhadap kondisi kekurangan tidur
dan monotonitas pada simulasi aktivitas mengemudikan kereta api. Namun, tidak
ada perbedaan kewaspadaan hasil pengukuran SAT antara shift pagi dan siang. SAT
menunjukkan korelasi kuat dengan PVT, KSS, dan relative band powers EEG yang
menunjukkan validitas kriteria yang tinggi. SAT juga memiliki akurasi dan
sensitivitas tinggi untuk membedakan kewaspadaan rendah dan tinggi. Empat hasil
pengukuran SAT yang dapat digunakan untuk acuan evaluasi kewaspadaan adalah
number of missed targets (%), number of delayed responses (%), mean 1/RT
(1/detik), dan mean RT (milidetik). PVT juga sensitif terhadap kondisi kekurangan
tidur dan monotonitas pada simulasi aktivitas mengemudikan kereta api. Namun,
tidak ada perbedaan kewaspadaan hasil pengukuran PVT antara shift pagi dan
siang. PVT menunjukkan korelasi kuat dengan KSS dan relative band powers EEG
yang menunjukkan validitas kriteria yang tinggi. PVT juga memiliki akurasi dan
sensitivitas tinggi untuk membedakan kewaspadaan rendah dan tinggi. Tiga hasil
pengukuran PVT yang dapat digunakan untuk acuan evaluasi kewaspadaan adalah
minor lapses (%), mean 1/RT (1/detik), dan mean RT (milidetik).
Dapat disimpulkan bahwa SAT dan PVT memiliki kinerja yang baik untuk
mengukur kewaspadaan pada pengaruh kekurangan tidur dan monotonitas. Namun,
SAT memiliki kelebihan dalam melibatkan memori kerja untuk uji kewaspadaan
dengan hasil pengukuran number of missed targets.