Kabupaten Bima adalah wilayah rawan gempa karena terletak di Pulau Sumbawa
yang diapit oleh dua garis patahan gempa, yaitu di sebelah utara dan selatan pulau
tersebut. Selain itu, terdapat dua gunung api aktif yaitu Gunung Tambora dan
Sangeang. Jadi, gempa tektonik dan vulkanik bisa menjadi ancaman bencana.
Kajian tentang adaptabilitas arsitektur vernakular Bima terhadap lingkungannya
yang rawan gempa diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mendukung adaptabilitas uma panggu dalam konteks budaya
seismik lokal. Penelitian disertasi ini bertujuan yaitu: (1) mengetahui karakteristik
bentuk, struktur, dan material uma panggu, dalam konteks budaya seismik lokal;
(2) membuktikan efektivitas teknik tradisional pada struktur uma panggu dalam
mendukung kinerja strukturnya terhadap gempa; (3) mendapatkan pola
adaptabilitas melalui rumusan hubungan kausalitas antara bentuk dan material
dengan kinerja strukturnya. Penelitian dengan metode campuran ini dilakukan
dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Tahap kedua adalah penelitian kuantitatif eksperimental. Kemudian
yang ketiga adalah penelitian kuantitatif korelasional. Observasi lapangan
dilakukan pada tahap pertama untuk mengidentifikasi karakter bentuk, struktur,
dan material uma panggu. Selanjutnya beberapa kayu lokal diuji kekuatan dan
ketahanannya. Pemodelan eksperimental menggunakan simulasi digital dilakukan
pada penelitian tahap kedua untuk mengetahui efektivitas teknik tradisional. Uji
statistik dilakukan pada penelitian tahap ketiga untuk mengetahui hubungan
kausal antara bentuk dan material dengan kinerja struktur uma panggu terhadap
gempa. Hasil analisis tersebut dirumuskan untuk menentukan pola adaptabilitas.
Faktor-faktor yang mendukung adaptabilitas uma panggu adalah sebagai berikut:
(1) karakteristik bentuk dan struktur yang adaptif; (2) kualitas material kayu yang
dimanfaatkan sesuai kebutuhan; (3) tata letak struktur yang minim eksentrisitas;
(4) sinergi antar komponen pada struktur melalui penerapan teknik ceko dan
teknik pondasi geser; (5) signifikansi hubungan kausal antara faktor bentuk,
material dengan kinerja struktur. Faktor pertama hingga keempat mendukung
integrasi bentuk, struktur, dan material dalam eksistensi budaya seismik lokal.
Faktor kelima mendukung keterpaduan dalam hubungan sebab akibat antara
bentuk, struktur, dan material uma panggu. Karakteristik bentuk dan struktur uma
panggu bersifat adaptif terhadap daerah rawan gempa. Denah memiliki bentuk
dasar yang sederhana, sehingga lebih stabil saat terjadi gempa. Dinding dengan
sistem urai rakit mendukung fleksibilitas tiang saat terjadi gempa. Sinergi antar
komponen terjadi pada struktur panggung yang memiliki struktur dan konstruksi
yang ajek. Penggunaan pasak kayu pada sambungan antar komponen
memungkinkan terjadinya disipasi energi saat terjadi gempa. Kualitas material
kayu dimanfaatkan sesuai fungsi struktural dan non struktural, bahkan untuk
elemen struktur yang terkecil yaitu pasak. Pasak menggunakan kayu supa
(Caesalpinia sappan) dan kayu luhu (Schoutenia ovata). Berat jenis, kuat lentur,
dan kuat geser kedua kayu tersebut hampir setara dengan kayu jati (Tectona
grandis) tetapi modulus elastisitasnya jauh lebih rendah. Sifat ini menguntungkan
karena pasak menjadi tidak mudah patah dan bersifat ulet (ductile). Stabilitas
dimensi kayu supa pada arah tangensial dan radial lebih baik bila dibandingkan
dengan kayu luhu. Ketahanannya terhadap serangan rayap juga lebih baik. Kayu
supa tergolong kelas awet I terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren) dan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus
Light). Kayu luhu tergolong kelas awet III untuk serangan rayap tanah dan kelas
awet I untuk serangan rayap kayu kering. Temuan ini membuktikan bahwa
budaya seismik lokal dalam pemilihan kayu masih eksis dan berkelanjutan.
Tata letak struktur bangunan uma panggu minim eksentrisitas. Eksentrisitas
berskala kecil terjadi pada arah sumbu Y, yang dominan terjadi pada model 16
tiang. Sinergi antar komponen pada struktur panggung terbukti eksis. Peran
batang diagonal (ceko) efektif dan signifikan dalam mengurangi deformasi dan
tegangan. Selain itu, rata-rata tegangan maksimum pada model eksisting tidak
melebihi tegangan ijin untuk kayu kategori mutu A dengan kelas kuat II. Sistem
pondasi dengan tumpuan geser (friction support) menerapkan sistem isolasi
seismik sehingga lebih adaptif dan efektif dalam mengurangi tegangan internal
bila dibandingkan pondasi jepit (fix support). Oleh karena itu pondasi tiang yang
diletakkan pada batu datar efektif mendukung kinerja struktur saat terjadi gempa.
Signifikansi hubungan kausalitas membentuk pola keterpaduan bentuk, struktur,
dan material yang mendukung adaptabilitas seismik uma panggu. Besar bangunan
uma panggu berkolerasi dengan jumlah tiangnya karena jarak antar tiang yang
cenderung sama. Jadi semakin banyak jumlah tiang, bobot massa semakin
bertambah, maka uma panggu semakin rentan terhadap gempa. Sebaliknya,
semakin sedikit jumlah tiang, semakin ringan bobot massa, maka semakin tinggi
adaptabilitas seismiknya. Semakin tinggi bangunan uma panggu maka semakin
rentan terhadap terhadap gempa. Sebaliknya semakin rendah bangunan maka
semakin adaptif. Penelitian ini berkontribusi pada pengetahuan budaya seismik
lokal dari aspek bentuk, struktur, dan material rumah panggung kayu di Indonesia.
Selain itu penelitian ini berhasil mengusulkan model prediksi tingkat adaptabilitas
seismik uma panggu dalam program aplikasi yang dinamakan PAdLe-UP.