digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sejak tahun 2000, ruangrupa terbentuk sebagai kolektif seni rupa kontemporer di Jakarta yang fokus pada aspek produksi, konsumsi dan distribusi pengetahuan seni. Praktik seni mereka didasarkan pada prinsip kolektivisme yang menekankan kerja kolaborasi. Perkembangannya, ruangrupa melihat potensi ketersediaan ragam sumber daya yang dimiliki kelompok atau komunitas seni di Jakarta yang memiliki semangat yang serupa untuk secara bersama mengembangkannya menjadi sebuah ekosistem seni yang lebih besar. Tahun 2015 ruangrupa mulai membentuk Gudang Sarinah Ekosistem (GSE) bersama kolektif seni lain di Jakarta seperti Serrum, Forum Lenteng dan Grafis Huru-Hara. Sejak tahun 2018 GSE bertransformasi menjadi Gudskul, sebuah studi kolektif dan ekosistem seni rupa kontemporer yang dibentuk untuk menghadirkan serta mendukung infrastruktur seni di Jakarta. Praktiknya memfokuskan pada aspek keberlanjutan dengan menggunakan model tata kelola kolektif yang mengadopsi konsep Lumbung. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis kolektivisme ruangrupa dan melihat relevansinya dalam praktik Gudskul Ekosistem, khususnya bersinggungan dengan strategi keberlanjutan mereka. Tujuan dari penelitian ini selain untuk memberikan gambaran detail mengenai kolektivisme ruangrupa, serta melihat relevansinya dalam praktik Gudskul, juga untuk memahami model praktik seni rupa kontemporer yang didasari oleh prinsip kolektivisme. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan deskriptif dengan pendekatan kualitatif analitik serta interdisipliner. Penelitian ini berpijak pada teori Tindakan Kolektif Mancur Olson yang menempatkan tindakan sekelompok individu dengan tujuan tertentu sebagai pusatnya. Penelitian ini juga menggunakan teori pendukung seperti teori kolaborasi seni, teori medan seni, dan teori strategi keberlanjutan. Kesimpulannya, kolektivisme ruangrupa mengacu pada model praktik seni rupa kontemporer yang berlandaskan dialogisme secara luas, menekankan kolaborasi, dan memanfaatkan sumber daya bersama sebagai upaya dalam memahami sesama yang kemudian menjadi tawaran alternatif dalam menyiasati keberlanjutan kolektif dan ekosistem seni rupa khususnya di Indonesia