Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan tingginya arus urbanisasi ke
perkotaan menyebabkan semakin tingginya produksi volume sampah yang harus
dikelola pada area perkotaan. Permasalahan pengelolaan sampah kerap kali menjadi
permasalahan perkotaan di Indonesia. Salah satunya di TPA Suwung yang
merupakan TPA Regional Sarbagita. Terletak di kawasan strategis pariwisata Bali,
permasalahan di TPA Suwung mempengaruhi citra lingkungan dan pariwisata.
Revitalisasi telah dilakukan pada tahun 2017 – 2019 dengan salah satu pekerjaan
berupa penutupan area timbunan bekas TPA menjadi RTH yang diproyeksikan
menjadi ekowisata.
Hasil revitalisasi RTH Bukit Suwung hingga tahun 2021 dalam kondisi terlantar
dan belum dibuka untuk publik. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya integrasi
RTH dengan kawasan sekitar salah satunya sistem pengelolaan sampah aktif yang
tidak memperhatikan kondisi lingkungan, menyebabkan permasalahan bau dan
visual. Potensi pengembangan sebagai area wisata kota, dengan tujuan yaitu
mendesain kawasan wisata kota berbasis Green Development Concept di bekas
TPA Suwung. Metode yang digunakan dalam perancangan adalah Metode
Synoptic, diawali dengan pengumpulan data dan pengamatan kondisi eksisting
hingga menghasilkan simulasi perancangan. Kawasan perancangan seluas ±82,41
ha dengan pertimbangan tercapainya circular economy dalam kawasan.
Kawasan secara umum dikembangkan menjadi tiga fungsi utama yaitu sebagai area
ISWM, area Tahura, serta Eco-Town. Ketiga fungsi tersebut saling berkaitan
dengan skema pengembangan Urban Ecotourism yang terintegrasi. Fungsi guna
lahan yang dikembangkan dalam kawasan yaitu fungsi perdagangan jasa,
permukiman, fasilitas social, industri, pengelolaan sampah dan Tahura. Penataan
tata ruang kawasan menggunakan konsep lokal Arsitektur Bali. Sistem pengelolaan
sampah yang dilakukan mulai dari proses pemilahan, daur ulang, pengomposan,
insinerasi dan TPA Sampah. Seluruh hasil pengelolaan sampah tersebut dapat
dimanfaatkan dalam kawasan. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah
mendesain RTH Bukit Suwung menjadi Botanical Park dengan pupuk kompos
hasil pengolahan sampah dan air penyiraman dari air olahan lindi. Desain Indoor
Botanical Park dengan struktur Geodesic Dome dan penggunaan lapisan transparan
agar bau tidak sedap tidak mengganggu fungsi publik pada RTH. Pengembangan
dilakukan dengan waktu jangka pendek selama lima tahun dan jangka waktu
panjang selama 15 tahun. Sehingga Urban Ecotourism yang terintegrasi dapat
mensejahterakan dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.