digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Vincent Alvin Tanujaya
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 6 Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 7 Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 8 Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Vincent Alvin Tanujaya
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Minyak bumi dan gas alam merupakan komoditas yang berperan penting hampir disetiap sektor kehidupan. Di Indonesia sendiri pemakaian minyak bumi dan gas alam digunakan sebagai sumber energi dan pemenuhan kebutuhan industri. Pemerintah telah merencanakan untuk melakukan eksploitasi migas sampai tahun 2050. Oleh karena itu, untuk mendukung rencana jangka panjang pemerintah, perlu dipersiapakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk eksplorasi dan eksploitasi migas, salah satunya adalah fasilitas pipa bawah laut. Dalam dunia migas, pipa bawah laut digunakan untuk menyalurkan minyak dan gas ataupun bahan kimia lainnya yang dibutuhkan selama masa operasi. Umumnya, konten yang dialirkan dalam pipa merupakan bahan yang dapat mencemari laut, sehingga perlu dilakukan desain dan analisis kekuatan dan kelayakan pipa untuk menjamin ketahanan dan keamanan pipa selama masa operasinya. Berdasarkan standar DNVGL ST-F101, pipa perlu didesain untuk mampu menahan tekanan internal maupun eksternal dengan menentukan tebal dinding pipa berdasarkan kriteria internal overpressure, external overpressure, propagation buckling, dan combined loading pada kondisi instalasi, hydrotest, dan operasi. Diperoleh tebal dinding pipa minimum adalah sebesar 9.25mm pada kriteria propagation buckling. Namun ditentukan bahwa pipa yang didesain dekat dengan aktivitas manusia membutuhkan tebal minimum sebesar 12.7mm. Kemudian diperiksa ketersediaan pipa berdasarkan API 5L Specification for Linepipe sehingga dapat ditentukan tebal dinding pipa sebesar 12.7mm. Kemudian desain pipa tersebut perlu diperiksa kestabilannya secara vertikal dan horizontal untuk kondisi instalasi dan operasi pada kedalaman minimum dan maksimum, dengan variasi dominasi beban arus dan gelombang berdasarkan kode standar DNV RP-F109. Dibutuhkan lapisan pelindung berupa selimut beton sebesar 32mm, namun dipilih tebal selimut beton minimum yaitu sebesar 40mm. Setelah melakukan desain pipa dan lapisan pelindungnya, dilakukan analisis kelayakan instalasi pipa secara statik dan dinamik berdasarkan kriteria industri dan kriteria tegangan pada standar DNVGL ST-F101. Desain pipa terebut sudah memenuhi kriteria kelayakan instalasi dengan menggunakan laybarge Timas DLB-01 dengan konfigurasi sudut trim sebesar 1o dan sudut hicth sebesar 3o. Adapun pemodelan instalasi dinamik dilakukan pada 12 arah datang yaitu pada arah 0o, 14.8 o,45o, 90o, 135o, 165.2o, 180o, 194.8o, 225o, 270o, 315o, 345.2o dengan variasi kedalaman 58meter (minimum) dan 79meter (maksimum). Berdasarkan hasil pemodelan tersebut diperoleh nilai tegangan maksimum pada area overbend adalah sebesar 83.5% dan pada area sagbendadalah sebesar 24.32%. Sedangkan nilai residual tension maksimum adalah 503.68 kN. Kondisi permukaan dasar laut dapat berubah-ubah sepanjang waktu, sehingga dapat terjadi bentang bebas pada pipa yang dapat memberikan beban tambahan dan osilasi akibat beban lingkungan. Maka perlu dilakukan analisis bentang bebas pada arah vertikal (cross-flow) dan horizontal (in-line) secara statik dan dinamik untuk kedalaman minimum dan maksimum dengan variasi dominasi beban arus dan gelombang berdasarkan standar DNV RP-F105. Diperoleh bahwa bentang bebas maksimum yang dapat terjadi pada pipa adalah sebesar 14.9 meter. Terakhir, dilakukan analisis risiko pipa bawah laut akibat dropped anchor, dragged anchor, dan sinking vessel berdasarkan standar DNVGL RP-F107 dan DNV RPF111. Adapun analisis menggunakan data kapal selama 2 tahun dari Pelabuhan Kali Anget, Pelabuhan Panarukan, Pelabuhan Probolinggo, dan Pelabuhan Branta. Berdasarkan hasil analisis pada studi ini diketahui bahwa tingkat risiko kerusakan pipa bawah laut untuk seluruh kriteria berada pada area acceptable dan area ALARP sehingga perlu dilakukan perencanaan mitigasi lanjutan dengan mempertimbangkan faktor biaya.