digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Muhammad Daffa Yezaldy
PUBLIC Alice Diniarti

COVER Muhammad Daffa Yezaldy
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Muhammad Daffa Yezaldy
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Muhammad Daffa Yezaldy
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Muhammad Daffa Yezaldy
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Muhammad Daffa Yezaldy
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Muhammad Daffa Yezaldy
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Muhammad Daffa Yezaldy
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

Gas alam merupakan sumber energi primer ketiga yang masih terus berkembang hingga saat ini di Indonesia. Gas alam yang diterima dari proses pemisahan gas alam dan minyak bumi pada umumnya memiliki kontaminan berupa CO2 dan H2S atau yang disebut dengan gas asam. Gas asam perlu disingkirkan sebelum dilakukan pemrosesan lebih lanjut pada unit AGRU. Setelah gas asam dipisahkan dengan gas alam, gas asam tidak bisa dilepas secara langsung ke lingkungan, sesuai PERMENLH No. 13 Tahun 2009. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pemisahan H2S dalam gas asam pada unit AGEU. Beberapa metode dapat dilakukan untuk merealisasikan pemisahan tersebut, salah satunya adalah dengan metode absorpsi selektif H2S dengan pelarut KOH. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan buffer untuk meningkatkan selektivitas absorpsi H2S dengan KOH dan perbandingannya terhadap sistem NaOH. Percobaan dilakukan dengan ASPEN PLUS V10 dengan pendekatan rate based dalam kondisi tekanan dan temperatur lingkungan. Rentang L/G yang disimulasikan adalah 0,001-0,3. Komposisi gas inlet disesuaikan dengan data industri gas alam (66,67 %-mol CO2; 0,3 %-mol H2S; 33,3 %-mol CH4). Variasi konsentrasi KOH berada pada rentang 1% ???? 5%-massa. Buffer bikarbonat yang ditambahkan pada rentang 0:1 – 3:1 terhadap KOH dan buffer karbonat yang ditambahkan dalam perbandingan tetap 1,38:1 terhadap bikarbonat. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan buffer tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan selektivitas H2S pada pelarut KOH. Buffer justru berperan sebagai pelarut yang aktif mengabsorpsi H2S pada L/G kecil (0,001), namun baru akan berpengaruh signifikan ketika L/G besar (0,3). Kinerja KOH dibanding NaOH tidak jauh berbeda (efisiensi maksimum KOH : NaOH; 91,29 % : 90,72 %). Pelarut NaHCO3 mampu mencapai selektivitas yang sangat tinggi (156,3) sedangkan pada pelarut KHCO3, CO2 sama sekali tidak terabsorpsi. Namun, pelarut bikarbonat membutuhkan jumlah yang jauh lebih banyak daripada pelarut kaustik (hingga 25:1), sehingga penggunaan pelarut berbasis NaOH masih lebih ekonomis dari segi kebutuhan pelarut.