Setiap Kota memiliki Kawasan Cagar Budaya yang merupakan cikal bakal dari pertumbuhan suatu Kota untuk dilertarikan. Pelestarian Kawasan Cagar Budaya dapat dilakukan melalui Bangunan Cagar Budaya yang berada di kawasannya. Kota Bandung merupakan kota yang memilikibanyak Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya, salah satu Bangunan Cagar Budaya yang dilestarikan oleh Pemerintah Kota Bandung adalah Gedung Insulinde yang terletak di Kawasan Pusat Kota. Gedung Insulinde merupakan Bangunan Cagar Budaya yang termasuk kedalam Golongan A sehingga perlu untuk dilestarikan tidak hanya oleh pemerintah saja melainkan masyarakatnya pun harus ikut dalam pelesterian Bangunan Cagar Budaya tersebut. Setelah melakukan penelitian awal berupa wawancara terhadap masyarakat sekitar Gedung Insulinde, masih banyak masyarakat yang tidak menyadari keberadaan dari Gedung Insulinde pada kawasan. Isu tersebut yang kemudian diangkat dalam penelitian sehingga kualitas visual dari Gedung Insulinde perlu untuk dikaji kembali berdasarkan tanggapan masyarakat terhadap bangunan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap faktor-faktor pada Gedung Insulinde yang membuat masyarakat tidak menyadari keberadaan bangunan tersebut, serta pemberian saran untuk meningkatkan kualitas visual dari Gedung Insulinde agar masyarakat dapat lebih mengapresiasi bangunan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Deskriptif dengan teknik analisis deskriptif eksploratif. Melalui studi dokumentasi dan observasi awal pada lapangan, didapatkan kualitas visual dari Gedung Insulinde pada saat ini masih memiliki karakter yang kuat sebagai salah satu Bangunan Kolonial bergaya Arsitektur Art Deco.Kemudian untuk menemukan faktor-faktor penyebab kurangnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap bangunan, analisis dilanjutkan pada lingkungan kawasan tempat Gedung Insulinde berdiri. Berdasarkan analisis, ditemukan bahwa faktor-faktor tersebut merupakan faktor eksternal yang berada pada kawasan maupun lahan bangunan seperti Ruang Terbuka Hijau, Papan Reklame, Bangunan Baru, serta Lalu lintas pada kawasan. Untuk itu sebaiknya faktor eksternal tersebut harus lebih diperhatikan dalam upaya pelestarian Bangunan Cagar Budaya agar tidak berpengaruh pada Kualitas Visual bangunannya. Selain itu pada Peraturan Daerah Kota Bandung No 19Tahun 2009 tentang Bangunan dan Kawasan Cagar Budaya, sebaiknya hal-hal yang berkaitan dengan faktor esksternal tersebut dapat ditambahkan dalam peraturannya karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi Kualitas Visual Bangunan Cagra Budaya.