Kawasan Cagar Budaya juga dikenal sebagai Kawasan Urban Heritage merupakan
kawasan yang pernah menjadi pusat dari kegiatan budaya, sosial dan ekonomi yang
kompleks dengan kumpulan makna sejarah dan budaya (Shirvani, 1985). Salah satu
bentuk dari Kawasan cagar budaya ialah kota tua atau kota lama. Indonesia sendiri
memiliki beberapa kota tua, salah satu kota tua yang terletak di Pulau Jawa adalah Kota
tua yang berada pada Kawasan Banten Lama. Kawasan Banten Lama merupakan
kawasan cagar budaya yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang tinggi juga
merupakan kawasan stategis serta memiliki potensi pariwisata. Namun, Kawasan Banten
Lama belum optimal dalam mengakomodasi fungsinya serta termasuk dalam kawasan
yang rawan banjir. Sudah terdapat arahan kebijakan untuk mengatasi permasalahan
yang ada namun masih merupakan kebijakan yang bersifat arahan umum dan diperlukan
arahan dan ketentuan yang lebih operasional. Tujuan dari penelitian ini adalah
merumuskan prinsip perancangan Kawasan Banten Lama untuk menunjang penyusunan
arahan dan kebijakan yang lebih operasional dikemudian hari. Dalam penelitian ini,
digunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan yang menggunakan metode fragmental. Penelitian ini terdiri dari
empat tahapan yaitu dimulai dari tahap pengumpulan data primer dan data sekunder,
lalu analisis data, selanjutnya formulasi prinsip perancangan kawasan dan terakhir ialah
penyusunan simulasi prinsip perancangan kawasan. Dengan mengacu pada berbagai
kajian teori dan preseden yang kemudian dikategorisasi menggunakan 9 prinsip
perancangan perkotaan menurut Kriken (Sustainability, Accessibility, Diversity, Open
Space, Compatibility, Incentives, Density, Adaptability, Identity) dan mempertimbangkan
karakteristik, potensi dan persoalan yang dimiliki Kawasan Banten Lama terumuskanlah
9 prinsip perancangan Kawasan Cagar Budaya Banten Lama diantaranya ialah:
(1)Membentuk kawasan berkelanjutan yang memperhatikan pelestarian ekologis,
signifikasi lokasi, sosial budaya, pengelolaan dan penggunaan lahan (2)Merancang
kawasan dengan aksesibilitas tinggi yang dapat dilalui dengan berjalan kaki untuk
penggunaan publik dan terintegrasi dengan transportasi umum (3)Membentuk kawasan
dengan berbagai destinasi, atraksi dan berbagai aktivitas pendukung yang khas berbasis
budaya dan sejarah yang saling terhubung dan memiliki keterpaduan (4)Membentuk
kawasan yang melindungi dan mendorong vistas dan streetscape ke ranah publik
(5)Membentuk dan menata kawasan dengan fungsi dan guna lahan yang kompatibel
(6)Membentuk kawasan yang melibatkan pemangku kepentingan dan masyarakat dalam
interpretasi dari signifikasi guna menumbuhkan semangat dan kesadaran akan budaya
sejarah serta membentuk kawasan yang memiliki kemitraan usaha dalam pengelolaan
dan peningkatan peluang kawasan untuk menghidupkan kawasan (7)Membentuk
kawasan dengan kebutuhan infrastrukur yang terpenuhi serta tersedianya sarana dan
prasarana pendukung pariwisata dan memiliki infrastruktur manajemen siklus air
(8)Membentuk Kawasan yang inklusif (9)Membentuk kawasan yang khas dan menarik
dengan mempertahankan karakter, signifikansi, autensitas dan integritas Kawasan
sebagai identitas kawasan