digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK RIZKA NOVIANDA
PUBLIC Alice Diniarti

Kecenderungan meningkatnya kebutuhan energi migas membuat pencarian akan sumber migas baru menjadi sangat penting. Cekungan Tarakan merupakan salah satu cekungan hidrokarbon potensial yang berada di Provinsi Kalimantan Utara. Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat sub-cekungan, yaitu Sub-Cekungan Tarakan, Sub-Cekungan Tidung, Sub-Cekungan Muara, dan Sub-Cekungan Berau. Daerah penelitian terletak pada Sub-Cekungan Tarakan yang sebagian besar wilayah Sub-Cekungan Tarakan ini berada di main depocenter, sehingga memungkinkan terjadinya akumulasi sedimen dalan jumlah besar dan pematangan batuan induk. Eksplorasi pada cekungan ini sudah dilakukan sejak 50 tahun yang lalu. Setelah beberapa tahun melakukan survei lapangan dan menemukan rembesan minyak serta gas, barulah dimulai pengeboran pada awal tahun 1987. Namun, produksi minyak bumi pada Cekungan Tarakan semakin menurun dari tahun ke tahun, sehingga dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kembali produksi minyak dan gas bumi. Penelitian dilakukan pada 10 sumur yang terletak di lapangan X yang mewakili empat formasi yaitu, Formasi Naintupo, Formasi Meliat, Formasi Tabul, dan Formasi Santul yang berumur Miosen. Terdapat perbedaan pendapat dari beberapa peneliti terdahulu mengenai batuan induk yang berpotensi di cekungan tersebut, sehingga menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut dengan mengevaluasi batuan induk penghasil hidrokarbon dengan melakukan analisis secara geologi dan geokimia. Evaluasi batuan induk ini menggunakan sampel yang telah divalidasi terlebih dahulu, untuk selanjutnya dilakukan penentuan karakteristik batuan induk dengan menganalisis kekayaan batuan induk, tipe kerogen, dan analisis tingkat kematangan batuan induk. Analisis TOC (total material organik) berguna untuk menentukan tingkat kekayaan batuan induk. Penentuan tipe kerogen didapatkan dengan melakukan analisis pada hasil pirolisis batuan. Data pantulan vitrinit (Ro) digunakan dalam menganalisis tingkat kematangan batuan induk. Penentuan karakteristik minyak bumi dapat dilakukan dengan analisis biomarker melalui metode kromatografi gas dan kromatografi gas-spektrometri massa. Analisis ini bertujuan untuk menentukan asal material organik, lingkungan pengendapan, tingkat kematangan, dan korelasi minyak bumi terhadap batuan induk. Setelah keseluruhan analisis geokimia dilakukan, penelitian dilanjutkan dengan menentukan jalur migrasi pada daerah penelitian dengan mengintegrasi hasil korelasi geokimia minyak dan batuan induk , peta struktur kedalaman dan penampang seismik di daerah penelitian. Berdasarkan hasil analisis batuan induk, formasi yang berpotensi menjadi batuan induk pada cekungan ini adalah Formasi Naintupo, Formasi Meliat, dan Formasi Tabul, sedangkan Formasi Santul belum memenuhi syarat kematangan. Formasi Naintupo memiliki TOC cukup sampai sangat baik (0,64-2,82 %), tersusun oleh kerogen tipe II dan III yang menunjukkan kematangan sampai dengan lewat matang (0,48-1,74%). Formasi Meliat memiliki TOC cukup sampai istimewa (0,5-12,57 %), tersusun oleh kerogen tipe II dan III yang menunjukkan kematangan sampai puncak matang (0,45-0,74%). Formasi Tabul memiliki TOC cukup sampai istimewa (0,51-19,58 %), tersusun oleh kerogen tipe II dan III yang menunjukkan kematangan sampai puncak matang (0,29-0,75%). Analisis biomarker sampel minyak dan batuan induk menunjukkan korelasi positif antara setiap parameter biomarker, yaitu alkana normal, isoprenoid, triterpana, dan sterana, kecuali pada tingkat kematangan batuan induk yang diyakini lebih matang pada kondisi yang berbeda. Material organik keduanya tersusun atas material organik tumbuhan tinggi dan sedikit alga yang diendapkan di lingkungan fluviodeltaik. Arah migrasi didominasi oleh arah vertikal atau ke formasi yang lebih muda.