Saat ini, posisi Lembaga Swadaya Masyarakat di Kewirausahaan Sosial berbasis NonPasar
di
Indonesia
hanya
mencapai
kurang
dari
dua
persen.
Dalam
kondisi
ini
Yayasan
Gerakan
Indonesia
Mengajar
kesulitan untuk mendapatkan model bisnis yang tepat
sejak mereka merubah sebagian bisnis model ke model kewirausahan sosial. Dengan
mengembangkan Social Project Development, Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar
ingin mengurangi ketergantungan terhadap donatur dan kekhawatiran akan
keberlanjutan aktivitas sosial mereka. Oleh karena itu, posisi Social Project
Development perlu untuk dievaluasi agar sesuai dengan kondisi Yayasan Gerakan
Indonesia Mengajar.
Berdasarkan analisis, kerangka berpikir didasarkan pada model bisnis kewirausahaan
sosial untuk Lembaga Swadaya Masyarakat atau model bisnis Hibrida untuk Lembaga
Swadaya Masyarakat. Bisnis model ini terdiri dari enam kriteria: misi sosial, nilai
sosial, keuangan, sumber daya, organisasi dan pasar. Hasil penelitian menunjukkan
posisi Social Project Development yang belum pernah diluncurkan secara formal
menciptakan efek domino seperti: produk/layanan yang kurang jelas, target pasar
kurang jelas, skema pemasaran yang bercampur, dan model bisnis yang bercampur.
Solusi untuk Social Project Development didasarkan pada kerangka kerja model bisnis
yaitu value creation, value proposition dan value creation. Setelah itu, Social Project
Development membuat inovasi menggunakan Inovasi Model Bisnis yaitu two-side
value sebelum diimplementasikan kembali ke model bisnis Hibrida untuk Lembaga
Swadaya Masyarakat.
Inovasi ini memerlukan rencana implementasi selama empat tahun dengan dibagi
menjadi empat fase: perencanaan, pra-peluncuran produk dan layanan, operasi dan
implementasi.