Subcekungan Muara merupakan cekungan dengan tipe passive margin yang didominasi oleh batuan karbonat. Subcekungan ini merupakan bagian dari Cekungan Tarakan yang terletak pada bagian timur laut lepas pantai Pulau Kalimantan. Eksplorasi pada subcekungan ini dimulai dengan akuisisi seismik pada tahun 1973 dan dilanjutkan dengan pengeboran tiga sumur eksplorasi hingga tahun 1994. Proses eksplorasi pada subcekungan ini dihentikan karena tidak ditemukannya akumulasi hidrokarbon komersil pada ketiga sumur tersebut. Sumur-sumur eksplorasi menunjukkan terdapatnya jejak hidrokarbon yang mengindikasikan bahwa sistem petroleum di daerah ini telah aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tidak ditemukannya akumulasi hidrokarbon pada sumur-sumur eksplorasi tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data literatur, 59 penampang seismik 2D, serta data dari tiga sumur yaitu Sumur Tanjung Batu-1 dari kedalaman 0 m hingga 1838 m, Sumur Tabalar-1 dari kedalaman 175 m hingga 2221 m, dan Sumur Karang Besar-1 dari kedalaman 94 m hingga 3525 m. Data sumur terdiri dari data log tali kawat berupa checkshot, log DT, log sinar gamma, log densitas (rhob), log neutron (nphi), dan log resistivitas, data RCAL berupa porositas, data deskripsi litologi dari serbuk bor, data biostratigrafi berupa umur dan batimetri, dan data jejak hidrokarbon. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis struktur, analisis stratigrafi sikuen, analisis petrofisik, analisis fasies seismik, dan analisis dry hole.
Pada penelitian ini, integrasi data seismik, data sumur, dan data literatur digunakan untuk menganalisis stratigrafi sikuen. Sikuen batuan induk diinterpertasikan berdasarkan data literatur dan data seismik yang kemudian dipetakan untuk menghasilkan peta dapur hidrokarbon. Properti fisik batuan dari setiap sikuen dianalisis dengan menggunakan data log tali kawat (analisis petrofisika). Kemudian, hasil dari analisis tersebut divalidasi dengan data porositas RCAL dan diintegrasikan dengan data jejak hidrokarbon untuk mendapatkan sikuen yang paling berpotensi untuk menjadi reservoir dan batuan tudung. Pemetaan struktur kedalaman dan ketebalan dilakukan pada sikuen reservoir. Pengamatan fasies dengan menggunkan parameter refleksi seismik dilakukan pada sikuen reservoir dan batuan tudung. Integrasi antara peta kedalaman, ketebalan, fasies seismik serta deskripsi litologi dari serbuk bor digunakan untuk menghasilkan peta gross depositional environment pada top reservoir dan batuan tudung. Analisis aktivitas tektonik dan interpretasi struktur digunakan untuk menginterpretasikan waktu dan jalur migrasi dari hidrokarbon. Analisis-analisis yang telah dilakukan kemudian diintegrasikan untuk menginterpretasi penyebab tidak ditemukannya akumulasi hidrokarbon yang dikenal dengan istilah analisis dry hole.
Berdasarkan hasil analisis terdapat 11 sikuen pada subcekungan Muara. Interval batuan induk berada pada fase synrift yaitu sikuen 1 yang tersebar luas hampir di seluruh subcekungan. Batuan induk pada Subcekungan Muara telah menghasilkan minyak semenjak Miosen Akhir pada ketiga sumur dan semenjak Oligosen Akhir pada beberapa deposenter.
Pada Sumur Tanjung Batu-1 ditemukan jejak hidrokarbon pada beberapa sikuen. Namun, berdasarkan integrasi dengan data petrofisik, sikuen yang paling berpotensi untuk menjadi reservoir berada pada sikuen 7 yang berumur Miosen Tengah. Pada interval reservoir sumur ini berada pada perangkap stratigrafi yang baik berupa shelf margin build-up dengan sesar sebagai jalur migrasi hidrokarbon dari sikuen batuan induk. Migrasi hidrokarbon terjadi pada fase tektonik terakhir yaitu Pliosen-Resen. Pada bottom sikuen 8 yang merupakan interval batuan tudung berumur Miosen Tengah, batugamping terumbu terus berkembang. Litologi tersebut bukan merupakan karakteristik dari suatu batuan tudung yang baik yang merupakan penyebab tidak ditemukannya akumulasi hidrokarbon pada Sumur Tanjung Batu-1.
Pada Sumur Tabalar-1 jejak hidrokarbon juga ditemukan pada beberapa sikuen. Namun, berdasarkan integrasi dengan analisis petrofisik, sikuen yang paling berpotensi untuk menjadi reservoir pada sumur ini juga berada pada sikuen 7 yang berumur Miosen Tengah. Pada interval reservoir sumur ini berada pada perangkap stratigrafi yang baik berupa shoal dengan sesar sebagai jalur migrasi hidrokarbon dari sikuen batuan induk. Migrasi hidrokarbon terjadi pada fase tektonik terakhir yaitu Pliosen-Resen. Litologi pada bottom sikuen 8 yang berumur Miosen Tengah merupakan interval batuan tudung masih berupa batugamping klastik dengan fasies shoal. Litologi dan fasies tersebut bukan merupakan karakteristik dari suatu batuan tudung yang baik yang merupakan penyebab tidak ditemukannya akumulasi hidrokarbon pada Sumur Tabalar-1.
Pada Sumur Karang Besar-1 yang berada lebih ke basinward jejak hidrokarbon hanya ditemukan disekitar sesar. Litologi dari Sumur Karang Besar-1 didominasi oleh mudstone yang bersifat impermeable. Kondisi tersebut yang mengakibatkan tidak ditemukannya interval yang berpotensi untuk menjadi reservoir sehingga mengakibatkan tidak ditemukannya akumulasi hidrokarbon pada Sumur Karang Besar-1.