digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Secara sederhana ketahanan pangan dapat diartikan sebagai tercukupinya kebutuhan pangan dalam setiap rumah tangga. Dalam hal ini, masyarakat Sunda tradisional, salah satunya adalah Sunda Kasepuhan Ciptagelar, dianggap telah mencapai kemandirian pangan dimana tiap kepala keluarga masyarakat ini memiliki ketersediaan pangan yang cukup, bahkan untuk beberapa tahun kedepan. Hal ini dikarenakan masyarakat ini masih menerapkan aturan tradisi yang telah dilakukan selama ratusan tahun sejak jaman nenek moyang. Aturan ini termasuk didalamnya teknik penanaman, penyimpanan hasil panen di leuit (lumbung), menumbuk padi di saung lisung, menyimpan dan memasak beras di goah (area masak), hingga adanya aturan makan. Berdasarkan pemahaman tersebut, Peneliti berusaha melihat hubungan yang ada dari penerapan tradisi nenek moyang dalam pemanfaatan tiga bangunan tradisional ini dengan tercapainya ketahanan pangan di masyarakat Sunda Kasepuhan Ciptagelar; serta apa makna yang dimiliki dari eksistensi keberadaan leuit, saung lisung, dan goah dalam upaya menjaga ketahanan pangan masyarakat Sunda Kasepuhan Ciptagelar. Agar tercapainya tujuan dari penelitian tersebut, maka penelitian ini termasuk ke dalam penelitian etnografi yang mana untuk memahami makna satu artefak budaya diperlukan observasi kegiatan keseharian terkait proses pengolahan padi dan beras di Sunda Kasepuhan Ciptagelar. Hasil observasi tersebut kemudian dianalisis berdasarkan teori Makna Lingkungan dan Arsitektur yang menyebutkan bahwa memahami makna lingkungan merupakan hal yang penting agar lingkungan fisik seperti bangunan dapat diidentifikasi secara fungsional, nilai dan makna keberadaannya. Teori ini didukung oleh teori Ruang dan Jarak yang menyatakan bahwa bahwa ruang memiliki kualitas yang unik dimana ruang mampu “memerintahkan”, memusatkan niat, pengalaman, dan tindakan manusia secara spasial. Berdasarkan teknik perolehan data dan teknik menganalisis data tersebut, maka penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa upaya yang dilakukan oleh masyarakat ini agar mampu menjaga ketahanan pangan adalah: 1) Dengan posisi leuit, saung lisung, dan goah yang strategis maka terdapat pembagian sumber pangan yang merata di seluruh Kampung Gede; 2) Adanya sistem yang bekerja dan dijalankan dengan baik, yakni: sistem pemilihan lahan dan benih; sistem menanam yang teratur dan ramah lingkungan; sistem memanen yang baik disertai sistem bagi hasil bagi yang tidak mampu; sistem menumbuk yang penuh kehati-hatian; sistem memasak yang penuh perhitungan; dan sistem kontrol diri pada saat konsumsi pangan; 3) Penggunaan desain tradisional baik berupa bangunan maupun perkakas yang telah teruji mampu menjaga keseimbangan dan kedaulatan pangan di antara masyarakat Sunda Kasepuhan Ciptagelar; 4) Dijalankannya konsep portion control atau konsep mengontrol porsi dalam hal pangan, dimulai dari proses pra-tanam hingga pada saat makan; 5) Adanya perhatian penuh dari pemerintahan adat, yakni Sesepuh Girang, yang mampu mengatur masyarakat dengan baik dan mampu mengantisipasi dengan cepat jika ditemukannya kasus kekurangan pangan. Setelah memahami upaya yang dilakukan oleh masyarakat Sunda Kasepuhan Ciptagelar dalam menjaga ketahanan pangan melalui leuit, saung lisung, dan goah ini, maka dapat dipahami pula apa makna dari eksistensi ketiga bangunan tradisional ini sebagai satu kesatuan. Dengan menggunakan teori Makna Lingkungan dan Arsitektur serta teori pendukung Ruang dan Jarak, Peneliti menyimpulkan bahwa ketiga bangunan tradisional ini merupakan satu kesatuan yang terintegritas dalam hal pangan memiliki makna tingkat menengah, yakni makna kekuatan yang tersembunyi dimana leuit, saung lisung, dan goah memiliki kemampuan untuk mengarahkan perilaku manusia, dalam hal ini terhadap pangan. Dengan demikian peranan dari eksistensi leuit, saung lisung, dan goah bagi masyarakat Sunda Kasepuhan Ciptagelar adalah sebagai satu bentuk institusi sosial atau lembaga sosial.