digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2020 DS PP RATNA CAHAYA
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

Arjuna adalah kesatria ketiga Pandawa dalam cerita pewayangan Mahabharata yang disebut sebagai Lelananging Jagad (lelaki paling maskulin di seluruh semesta) dan prototipe manusia Kejawen. Penyebutan Arjuna sebagai Lelananging Jagad menunjukkan bahwa keberadaannya penting sebagai ideal maskulin Jawa meskipun perawakannya kecil, penampilan halus, dan tingkah lakunya lembut seperti perempuan. Seiring dengan perkembangan zaman, seni pewayangan juga turut berkembang, begitu pula dengan bentuk-bentuk ekspresi maskulinitas Arjuna yang tampak pada wanda-wanda-nya. Penciptaan berbagai macam wanda Arjuna merupakan hasil interpretasi seniman wayang terhadap tokoh Arjuna, termasuk interpretasi mereka terhadap kemaskulinan Arjuna yang khas. Penelitian ini dilakukan untuk melihat diferensiasi bentuk dan makna wanda-wanda Arjuna dalam kaitannya dengan konsep maskulinitas Jawa melalui fisiognomi. Objek dalam penelitian ini adalah wanda-wanda Arjuna gaya Surakarta patron Bambang Suwarno, antara lain wanda Kedhu, Kinanthi, dan Muntap. Penelitian ini merupakan penelitian struktural menggunakan metodologi etnosemiotika. Penelitian diawali dengan metode semiotika, kemudian divalidasi dengan menggunakan metode etnografi. Pada tahap semiotika, penelitian dilakukan dengan pengukuran dan penghitungan kuantitatif untuk mencari nilai diferensiasi pada wanda-wanda Arjuna dengan detail. Nilai ini kemudian digunakan untuk membuka makna diferensiasi wanda-wanda Arjuna. Hasil pemaknaan diferensiasi ini divalidasi dengan menggunakan metode etnografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk elemen-elemen fisiognomi wayang kulit menunjukkan diferensiasi kontinum terbatas. Diferensiasi ini memiliki sistem yang terbangun atas beberapa prinsip, antara lain: Pertama, kode budaya Jawa yang digunakan dalam wayang kulit. Kedua, prinsip taksonomi yang mengatur pengelompokan tokoh dalam wayang kulit. Ketiga, prinsip hierarki dari tokohtokoh wayang kulit berdasarkan taksonominya. Keempat, adanya diferensiasi dalam rentang kontinum yang terbatas pada wanda-wanda Arjuna. Kelima, diferensiasi kontinum terbatas pada wanda-wanda Arjuna tersebut memunculkan diferensiasi makna terkait maskulinitas Arjuna. Arjuna wanda Kedhu yang sangat luruh sebagai titik awal kontinum, wanda Muntap sebagai titik akhir kontinum yang kurang luruh, dan wanda Kinanthi berada di antaranya. Pergeseran bentuk ini menimbulkan diferensiasi makna yang kontinum pada ketiga wanda. Bentuk sangat luruh Arjuna wanda Kedhu menunjukkan maskulinitas Jawa yang ideal, di mana konsep ini kontradiktif dengan maskulinitas modern. Bentuk kurang luruh pada Arjuna wanda Muntap justru bermakna kurang maskulin, sementara bentuk luruh Arjuna wanda Kinanthi berada di antara keduanya. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran nilai maskulinitas tradisional Jawa ke arah maskulinitas modern pada wanda-wanda Arjuna.