AMBA adalah merek slow fashion dengan visi melestarikan budaya Lampung melalui batik tulis tangan yang dibuat oleh ibu-ibu lokal menggunakan pewarna alami. Saat ini AMBA sedang bersiap memasuki industri batik Indonesia yang terkenal dengan signifikansi budayanya dan tingkat persaingannya, tantangan utama adalah mengembangkan model bisnis yang sejalan dengan tujuan budaya dan memastikan keberlanjutan di pasar baru. Hal ini mencakup upaya untuk membedakan Batik Lampung sebagai bentuk seni budaya yang unik dan memposisikannya dibandingkan dengan produsen batik mapan seperti Batik Jawa, baik di dalam negeri maupun internasional. Untuk mengatasi hal ini, studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi bisnis melalui berbagai faktor internal dan eksternal yang memengaruhi perumusan strategi untuk masuk ke pasar dan bersaing. Secara internal, studi menggunakan kerangka STP, Resource-Based View, dan VRIO untuk analisis, sementara faktor eksternal dinilai menggunakan Analisis PESTEL dan Analisis Kompetitor. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, termasuk wawancara semi-terstruktur dengan 14 calon pelanggan melalui pertemuan tatap muka dan Google Meet. Metode analisis data melibatkan analisis tematik, analisis konten, dan Analisis SWOT, dengan pendekatan triangulasi data untuk mendukung metodologi penelitian. Wawasan dari Value Proposition Canvas membimbing Strategi Tingkat Bisnis AMBA, dan Model Bisnis Canvas. Hasil dari penelitian ini menekankan strategi diferensiasi dan sejalan dengan apresiasi budaya dan pelestarian warisan. Proposisi nilai AMBA mencakup batik berkualitas tinggi dengan pewarna alami, desain unik dan eksklusif, praktik produksi yang berkelanjutan dan etis, serta dukungan untuk kerajinan dan budaya lokal. Strategi ini ditujukan untuk konsumen yang peduli lingkungan, penggemar fashion tradisional, serta generasi milenial dan Gen Z yang mencari pernyataan gaya unik.