Saat ini, Kalimantan Timur sudah ditetapkan sebagai Ibukota Negara Indonesia yang baru. Kriteria dalam penentuan pemindahan Ibukota negara sudah melewati berbagai kajian dalam penempatan ibukota negara baru salah satunya dengan meninjau aspek kebencanaan seperti risiko bencana banjir, gempabumi, gunung berapi hingga likuefaksi. Kalimantan Timur belum dikatakan sepenuhnya sebagai daerah yang aman terkait gempabumi, tsunami bahkan terjadinya likuefaksi. Indonesia terletak pada jalur cincin api atau ring of fire yaitu barisan gunung api yang melintasi dunia dan tingkat kompleksitas yang tinggi pada tektoniknya. Sehingga banyak gempabumi yang diakibatkan oleh gunung berapi, gempa tektonik hingga patahan menjadi aktif pada suatu daerah. Wilayah yang dijadikan ibukota negara baru salah satunya pda daerah Kabupaten Penajam Paser Utara. Penulis menggunakan Metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) untuk memperoleh nilai faktor amplifikasi dan frekuensi dominan. Kedua nilai tersebut digunakan untuk menghitung nilai indeks kerentanan seismik. Tujuan penelitian pada tugas akhir ini adalah untuk menganalisis potensi likuefaksi berdasarkan nilai GSS di daerah penelitian yaitu Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara dan akan dilakukan mikrozonasi daerah setempat untuk kepentingan pembangunan dan proses rekonstruksi kedepannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga zona yaitu Zona A, Zona B dan Zona C yang memiliki nilai GSS di Kecamatan Sepaku berpotensi tanah longsor, soil compaction hingga likuefaksi yaitu 0,4 – 0,54. Hasil interpretasi kurva HVSR hingga fenomena dari nilai ground shear strain yang dihasilkan memiliki kesesuaian dengan kondisi geologi di daerah penelitian Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dalam mengkarakterisasikan profil tanah yang ada di daerah penelitian. Penulis menggunakan klasifikasi tanah menurut metode Kanai dan SNI 1726:2019.