Abstrak : Setiap bank umum yang salah satu kegiatan utamanya adalah memberikan pinjaman kredit ke berbagai sector ekonomi, pada dasarnya selalu mendambakan bahwa pinjaman kredit yang diberikan selalu berada dalam kondisi lancar, dan debitur yang dibantu dapat berkembang sesuai dengan yang direncanakannya.
Narnun dalam perjalanan waktu selalu saja terjadi sejumlah kredit macet, bahkan banyak contoh yang menunjukan bahwa pemberian kredit justru membawa akibat yang fatal bagi bank pemberi kredit itu sendiri. Kerugian bank yang disebabkan kemacetan kredit dapat saja terjadi bukan berasal dari dampak ekonomi atau kenakalan si debitur semata, melainkan justru berawal dari kekurang-telitian, kekurang-mampuan aparat bank dalam melakukan analisis terhadap sektor-sektor yang dibiayai. Bank harus dapat mengendalikan resiko kredit yang diberikannya, bank hams mengerti sepenuhnya sector sector ekonomi yang dibiayainya. Oleh karena itu bank hams memiliki pedoman yang jelas mengenai pembiayaan kredit, dan mematuhi sepenuhnya aturan yang berlaku tersebut serta secara berkala selalu melakukan pendidikan dan pelatihan terhadap aparatnya, agar benar benar menghayati sepenuhnya terhadap liku liku bisnis dan pembiayaan sector ekonomi yang dibiayai. Hal tersebut akan sangat penting artinya tidak saja bagi bank tetapi juga buat pihak yang dibiayai oleh bank.
Sebelum terjadinya krisis ekonomi yang sampai saat ini masih berkelanjutan, Bank X waktu itu sedang giat-giatnya melakukan ekspansi kredit. Dalam kegiatan perkreditannya Bank X memiliki kebijakan perkreditan yang pada dasamya mengacu pada ketentuan Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR tangga131 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum. Kebijakan ini bertujuan agar bank senantiasa melaksanakan kegiatan perkreditan secara hati-hati (prudential banking) serta sesuai azaz-azaz perkeditan yang layak dan sehat. Dalam menghadapi setiap proposal kredit yang diajukan calon debiturnya, tentunya Bank X harus mengacu pada ketentuan tersebut, termasuk juga terhadap porposal kredit yang diajukan PT. ABC yang akan dibahas lebih lanjut.
PT. ABC adalah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan komoditi berupa sayur mayur, dan buah buahan yang menjual komoditas nya ke mancanegara sejak tahun 1995.
Dengan harapan bahwa bila memiliki lahan pertanian sendiri perusahaan akan dapat mengurangi ketergantungannya terhadap petani atau pedagang pengumpul dalam pengadaan komoditi perdagangannya.
Untuk merealisir maksud tersebut PT.ABC mengajukan permohonan kredit investasi kepada Bank X, dan dalam tempo kurang dari enam bulan sejak kreditnya diberikan, ternyata PT. ABC sudah tidak dapat lagi membayar kewajibannya kepada Bank X, hingga akhirnya seluruh kewajiban PT. ABC ini dihapus-bukukan oleh Bank X.
Alasan yang dikemukakan debitur atas macetnya krredit ini adalah karena terjadinya huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998 yang lalu. Namun berdasarkan review atau kajian lebih mendalam terhadap proses penanganan proposal kredit investasi ini, ternyata sejak awal Bank X memang sudah kurang mengindahkan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan proses kredit.
Dari hasil kajian terhadap masalah ini diusulkan agar dalam pembiayaan dalam bentuk kredit investasi semacam ini bank lebih memperhatikan struktur pembiayaan dan struktur kredit sebagai langkah awal untuk membuat laporan arus dana (Cashflow) yang lebih akurat untuk melaku kan analisis lebih lanjut dan yang lebih penting lagi yaitu bahwa cashflow tersebut sesungguhnya dapat dipergunakan untuk pelaksanaan monitoring kredit yang diberikan, dan bukan hanya sekedar sebagai pemenuhan persyaratan dalam proses pengajuan kredit.
Dengan menerapkan pola diatas, ditemukan berbagai permasalahan yang akhirnya dapat disimpulkan bahwa sebenarnya sejak awal harus sudah dapat diditeksi bahwa sebenarnya permohonan kredit ini tidak layak untuk dibiayai.