digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Jaringan jalan memiliki peran utama untuk mendukung aktifitas dan mengembangkan potensi ekonomi suatu daerah. Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah dengan aktifitas ekonomi yang cukup besar dan terus berkembang serta memiliki letak yang cukup strategis. Kabupaten Subang memiliki panjang jalan sebesar 1054.5 km, dengan panjang jalan luar kota sebesar 987.8 km (180 ruas) dan panjang jalan perkotaan sebesar 66.7 km (76 ruas). Dengan banyaknya ruas jalan yang perlu ditangani tiap tahun serta anggaran penanganan jalan yang terbatas, dibutuhkan penyusunan prioritas penanganan jalan yang sesuai sehingga dapat mendukung kegiatan masyarakat dan pengembangan potensi daerah. Terdapat pedoman yang dapat digunakan untuk menyusun prioritas penanganan jalan kabupaten yaitu SK No.77/KPTS/Db/1990 yang dipengaruhi faktor kondisi jalan, kondisi lalu lintas dan Net Present Value (NPV). Selain itu, terdapat metode lain yang dapat digunakan sebagai suatu pendekatan ilmiah yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dapat menggunakan beberapa kriteria. Pada penelitian ini, dilakukan kajian perbedaan urutan prioritas penanganan jalan yang dihasilkan dari pedoman SK No.77/KPTS/Db/1990 dan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Adapun kriteria yang dipakai pada metode AHP yaitu: ekonomi, teknis, sosial dan lingkungan, serta integrasi jalan. Selanjutnya dilakukan kajian standar pelayanan minimum (SPM) yang direpresentasikan dari hubungan alokasi dana dan tingkat kemantapan jalan. Dari hasil analisa prioritas penanganan jalan diperoleh, ruas jalan Pusakanagara – Tanjung memiliki urutan prioritas tertinggi pada kedua metode. Untuk prioritas terakhir yang dihasilkan pedoman SK No.77/KPTS/Db/1990 adalah ruas jalan Cipendeuy – Jalupang, sedangkan pada metode AHP adalah ruas jalan Ciater – Cipanas. Selanjutnya hasil tingkat capaian minimum (SPM) pada pedoman SK No.77/1990 adalah ketercapaian tingkat kemantapan jalan 60% dari total panjang jalan membutuhkan dana sekitar Rp. 277.528.000.000 dan total panjang jalan dengan kondisi baik adalah 594.20 km, sedangkan pada metode AHP ketercapaian tingkat kemantapan jalan 60% dari total panjang jalan membutuhkan dana sekitar Rp. 316.421.000.000 dan total panjang jalan dengan kondisi baik adalah 595.10 km. Hal ini dapat disebabkan karena pada pedoman SK No.77/1990 lebih mengutamakan penanganan jalan pada ruas yang memiliki nilai manfaat terbesar yang dipengaruhi oleh panjang jalan dan tingkat kerusakannya sehingga diperoleh biaya penanganan, sedangkan faktor yang mempengaruhi pada metode AHP lebih mengutamakan ruas jalan yang memiliki nilai ekonomi tertinggi.