digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

1999 SUFYANDI
PUBLIC rikrik

Abstrak : Terjadinya disparitas kota dan desa atau antara wilayah industri dengan wilayah pertanian disebabkan karena ketidak serasian pertumbuhan ekonomi di antara kedua wilayah tersebut. Perkembangan kota yang pesat dengan industri dan jasa sebagai basis ekonominya menyebabkan sektor formal di wilayah perkotaan bercirikan perkembangan industri yang modern, bisnis besar, upah yang tinggi dan tingkat kehidupan yang nyaman. Berbeda keadaannya dengan sektor informal yang dicirikan dengan kemiskinan dan kekumuhan. Lebih lanjut di wilayah perdesaan yang berbasis ekonomi pertanian, kemiskinan, lahan garapan yang bertambah sempit, pengangguran, pendidikan yang rendah, usaha tani yang tidal( efisien, pertumbuhan ekonomi yang rendah, migrasi spasial dan sektoral menyebabkan wilayah perdesaan sangat sulit untuk dikembangkan. Untuk mengatasi masalah disparitas tersebut dapat dilakukan dengan strategi pembangunan pertanian melalui penerapan mekanisasi pertanian. Penerapan mekanisasi di suatu wilayah mampu memberikan dampak terhadap keadaan sosial, ekonomi, kelembagaan, budaya masyaraka.tnya dengan pendekatan yang mengarah pada pengkreasian agroindustri di perdesaan. Terciptanya aktivitas agroindustri di perdesaan didalam pengembangan wilayah akan mampu mengharmoniskan hubungan antara wilayah kota dan desa serta wilayah industri dan pertanian. Akan tetapi untuk menerapkan mekanisasi pertanian di suatu wilayah diperlukan selektivitas, karena bila penerapannya tidak tepat, mekanisasi pertanian dapat menimbulkan gejolak ekonomi, sosial dan budaya. Sehubungan dengan hal tersebut pada studi ini ditawarkan formulasi model identifikasi kesesuian wilayah untuk mekanisasi pertanian yang sangat bermanfaat digunakan sebagai salah satu instrumen dalam perencanaan wilayah. Tujuan studi ini adalah mengidentifikasikan faktor faktor wilayah yang berperanan dalam penerapan selektivitas mekanisasi pertanian di suatu wilayah, memformulasikan faktor faktor tersebut kedalam suatu model kesesuaian wilayah untuk penerapan mekanisasi pertanian dan melakukan uji coba penerapan dan evaluasi model untuk wilayah dengan skala yang berbeda. Berdasarkan berbagai kajian pustaka faktor-faktor yang wilayah yang berperanan terhadap kelancaran pengembangan mekanisasi pertanian di suatu wilayah adalah fisio-topografi, luas areal pertanian, kondisi demografis, kelembagan pertanian, media informasi, sarana penunjang dan dinamika sosial masyarakat. Formulasi identifikasi model klasifikasi kesesuaian wilayah mekanisasi pertanian yang dihasilkan dari studi ini, disusun berdasarkan pengambilan keputusan kriteria majemuk (multi criteria decission making) dengan klasifikasi yang mengadopsi metoda klasifikasi kesesuaian lahan. Model diformulasikan dengan prinsip datanya mudah diperoleh, aplikasinya mudah, dan dalam batas-batas analisis tinjau hasil analisisnya akurat. Hasil penerapan model identifikas kesesuaian wilayah penerapan mekanisasi pertanian pada skala Kabupaten di tingkat Propinsi Jawa Barat dan skala Kecamatan di tingkat Kabupaten Bandung tidak menunjukan perbedaan dan konsisten Evaluasi hasil penerapan formulasi model kesesuaian wilayah memperlihatkan bahwa penerapan mekanisasi pertanian relatif mudah diimplementasikan, data yang dibutuhkannya tersedia pada hampir buku buku statistik Hasil analisis peubah (variable) di setiap wilayah akan cepat dapat menemukenali kelas kesesuaian wilayah untuk penerapan mekanisasi di setiap wilayah sehingga dapat dengan cepat memilih kebijaksanaan untuk menindak lanjuti kebijaksanaan selanjutnya. Formulasi model ini telah berhasil dan mampu memanfaatkan serta menggabungkan faktor faktor teknis, fisiografis, demografis, agraris, dinamika sosial, tingkat penyerapan informasi, kelembagaan dan sarana penunjang sebagai faktor-faktor sentral yang paling dianggap rawan dan perlu diperhatikan dalam menerapkan mekanisasi pertanian di suatu wilayah. Walaupun banyak keunggulannya, formulasi identifikasi kesesuaian wilayah untuk penerapan mekanisasi pertanian ini berbasis pada skala/pembobotan sehingga metoda ini cenderung bersifat subjektif dan penerapannya hanya berlaku untuk skala tinjau.