Permukiman, sebagai salah satu bentuk lingkungan binaan, akan selalu
mengalami perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Perubahan itu
dilakukan sebagai bentuk adaptasi manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Perubahan ini secara lebih lanjut dapat disebut sebagai
transformasi. Dalam konteks permukiman dengan kegiatan pariwisata,
transformasi dapat terjadi disebabkan oleh pemenuhan amenitas pariwisata.
Pemenuhan amenitas pariwisata ini biasanya disertai dengan motif ekonomi dan
seringkali dilihat sebagai peluang usaha seiring dengan meningkatnya jumlah
wisatawan. Pariwisata enklave seringkali dikritisi sebagai bentukan pariwisata
yang kurang terintegrasi dengan lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut
disebabkan oleh pembedaan konteks enklave dengan konteks lingkungan di
sekitarnya, baik dari segi karakteristik maupun pengelolaan. Oleh karena itu,
pembahasan transformasi yang disebabkan oleh berkembangnya pariwisata
enklave, terutama di dalam ruang permukiman, menjadi bahasan yang menarik
untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat transformasi yang terjadi
pada ruang permukiman disebabkan oleh berkembangnya pariwisata enklave.
“The Lodge Maribaya” dan “The Lodge Fairy Garden” merupakan contoh objek
wisata enklave yang dibangun di dalam kawasan permukiman. Penelitian
dilakukan terhadap ruang permukiman di dalam Desa Cibodas, khususnya pada
batasan tiga RW yang melingkupi kedua objek wisata tersebut. Tinjauan
transformasi dilakukan terhadap aspek fisik dan teritori. Tinjauan transformasi
fisik dilihat melalui perubahan tata letak (denah), material, dan tampak.
Sementara, tinjauan transformasi teritori dilihat melalui perubahan sifat publikprivat
dan pergeseran teritori. Unit analisis diambil dalam satuan kaveling.
Sampel diambil pada lima segmen jalan dengan posisi relatif dari jalur wisata
yang berbeda. Transformasi dilihat melalui perbandingan kondisi kavelingkaveling
sejak sebelum hingga setelah berkembangnya pariwisata. Perbandingan
kondisi kaveling-kaveling juga dilihat dalam perbedaan seasonality. Selain
tinjauan terhadap bentukan transformasi itu sendiri, analisis juga dilakukan dalam
melihat peran dan interaksi antar agensi yang terdapat dalam objek penelitian ini,
pola pengambilan keputusan, serta pengaruhnya terdapat transformasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 80 sampel kaveling, terdapat 48
kaveling (60%) yang bertransformasi akibat berkembangnya pariwisata serta 16
kaveling (20%) yang bertransformasi karena alasan penghunian semata.
Sementara, 20% tidak bertransformasi. Berdasarkan aspek fisik, terdapat 43
kaveling (53,75%) mengalami perubahan pada semua aspek, 3 kaveling (3,75%)
mengalami perubahan pada 2 aspek, 12 kaveling (15%) mengalami perubahan
pada hanya 1 aspek (tata letak (denah) 7,5%; material 3,75%; tampak 3,75%),
serta 22 kaveling (27,5%) tidak mengalami perubahan fisik sama sekali.
Berdasarkan aspek teritori, terdapat 44 kaveling (55%) yang mengalami
pergeseran teritori pada perbedaan seasonality. Pada pembahasan faktor posisi
kaveling, aspek jalur wisata terlihat lebih berpengaruh daripada jarak. Faktor
seasonality berpengaruh terhadap transformasi teritori dan transformasi fisik pada
aspek tampak.
Pada area studi, terdapat empat agensi yang berperan dalam pengambilan
keputusan yaitu pengelola objek wisata, pemerintah desa, karang taruna, dan
masyarakat. Dari hasil analisis kasus, terdapat beberapa pola pengambilan
keputusan yang melibatkan bagian dari satu, dua, bahkan keempat agensi
sekaligus. Pola pengambilan keputusan yang melibatkan keempat agensi ada yang
terjadi dalam kondisi normal dan ada yang terjadi dalam kondisi konflik. Pola
pengambilan keputusan yang melibatkan keempat agensi dapat berpengaruh
terhadap transformasi pada skala kaveling maupun ruang permukiman secara
keseluruhan.