digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Imega Reski
PUBLIC Sandy Nugraha

Permukiman, sebagai salah satu bentuk lingkungan binaan, akan selalu mengalami perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Perubahan itu dilakukan sebagai bentuk adaptasi manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Perubahan ini secara lebih lanjut dapat disebut sebagai transformasi. Dalam konteks permukiman dengan kegiatan pariwisata, transformasi dapat terjadi disebabkan oleh pemenuhan amenitas pariwisata. Pemenuhan amenitas pariwisata ini biasanya disertai dengan motif ekonomi dan seringkali dilihat sebagai peluang usaha seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan. Pariwisata enklave seringkali dikritisi sebagai bentukan pariwisata yang kurang terintegrasi dengan lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut disebabkan oleh pembedaan konteks enklave dengan konteks lingkungan di sekitarnya, baik dari segi karakteristik maupun pengelolaan. Oleh karena itu, pembahasan transformasi yang disebabkan oleh berkembangnya pariwisata enklave, terutama di dalam ruang permukiman, menjadi bahasan yang menarik untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat transformasi yang terjadi pada ruang permukiman disebabkan oleh berkembangnya pariwisata enklave. “The Lodge Maribaya” dan “The Lodge Fairy Garden” merupakan contoh objek wisata enklave yang dibangun di dalam kawasan permukiman. Penelitian dilakukan terhadap ruang permukiman di dalam Desa Cibodas, khususnya pada batasan tiga RW yang melingkupi kedua objek wisata tersebut. Tinjauan transformasi dilakukan terhadap aspek fisik dan teritori. Tinjauan transformasi fisik dilihat melalui perubahan tata letak (denah), material, dan tampak. Sementara, tinjauan transformasi teritori dilihat melalui perubahan sifat publikprivat dan pergeseran teritori. Unit analisis diambil dalam satuan kaveling. Sampel diambil pada lima segmen jalan dengan posisi relatif dari jalur wisata yang berbeda. Transformasi dilihat melalui perbandingan kondisi kavelingkaveling sejak sebelum hingga setelah berkembangnya pariwisata. Perbandingan kondisi kaveling-kaveling juga dilihat dalam perbedaan seasonality. Selain tinjauan terhadap bentukan transformasi itu sendiri, analisis juga dilakukan dalam melihat peran dan interaksi antar agensi yang terdapat dalam objek penelitian ini, pola pengambilan keputusan, serta pengaruhnya terdapat transformasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 80 sampel kaveling, terdapat 48 kaveling (60%) yang bertransformasi akibat berkembangnya pariwisata serta 16 kaveling (20%) yang bertransformasi karena alasan penghunian semata. Sementara, 20% tidak bertransformasi. Berdasarkan aspek fisik, terdapat 43 kaveling (53,75%) mengalami perubahan pada semua aspek, 3 kaveling (3,75%) mengalami perubahan pada 2 aspek, 12 kaveling (15%) mengalami perubahan pada hanya 1 aspek (tata letak (denah) 7,5%; material 3,75%; tampak 3,75%), serta 22 kaveling (27,5%) tidak mengalami perubahan fisik sama sekali. Berdasarkan aspek teritori, terdapat 44 kaveling (55%) yang mengalami pergeseran teritori pada perbedaan seasonality. Pada pembahasan faktor posisi kaveling, aspek jalur wisata terlihat lebih berpengaruh daripada jarak. Faktor seasonality berpengaruh terhadap transformasi teritori dan transformasi fisik pada aspek tampak. Pada area studi, terdapat empat agensi yang berperan dalam pengambilan keputusan yaitu pengelola objek wisata, pemerintah desa, karang taruna, dan masyarakat. Dari hasil analisis kasus, terdapat beberapa pola pengambilan keputusan yang melibatkan bagian dari satu, dua, bahkan keempat agensi sekaligus. Pola pengambilan keputusan yang melibatkan keempat agensi ada yang terjadi dalam kondisi normal dan ada yang terjadi dalam kondisi konflik. Pola pengambilan keputusan yang melibatkan keempat agensi dapat berpengaruh terhadap transformasi pada skala kaveling maupun ruang permukiman secara keseluruhan.