digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rosalia Pujiastuti
PUBLIC yana mulyana

Diare merupakan penyakit kedua yang dapat menyebabkan kematian pada balita dan menyebabkan kematian sekitar 760.000 anak setiap tahunnya. Berdasarkan data terakhir dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, diare masih menjadi penyebab kematian kedua pada anak setelah penyakit pneumonia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012, diare merupakan penyakit kedua yang umum ditangani setelah penyakit infeksi saluran pernapasan akut pada pasien rawat jalan dengan rentang usia 0 hingga 4 tahun di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Penelitian ini bertujuan untuk menilai ketepatan penanganan diare pada pasien balita serta menilai pengaruhnya terhadap keberhasilan terapi pasien. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang dilakukan secara retrospektif dan konkuren pada pasien balita yang mengalami diare selama periode bulan November 2014 hingga bulan Mei 2015. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa peresepan zink dan oralit bagi pasien di kedua Puskesmas belum sesuai dengan pedoman tata laksana diare bagi balita, karena masih ditemukan adanya pasien yang tidak diterapi dengan menggunakan zink dan/atau oralit ketika mengalami diare. Selain itu, terdapat pula dugaan adanya peresepan antibiotik yang tidak rasional pada pasien di kedua Puskesmas yaitu sebanyak 29,90% pasien diare disertai demam tidak menerima resep antibiotik sedangkan sebanyak 20,62% pasien diare tanpa disertai demam menerima resep antibiotik. Setelah pasien menerima pengobatan dari Puskesmas, dilakukan evaluasi terkait dengan pengobatan diare yang diterima oleh pasien. Berdasarkan hasil evaluasi, sebanyak 92,54% pasien telah sembuh dari diare dan 7,46% pasien tidak sembuh dari diare dalam rentang waktu satu minggu setelah pasien menjalani pengobatan dari Puskesmas. Pasien yang dikategorikan sembuh adalah pasien yang sudah tidak menunjukkan gejala feses dengan konsistensi cair dengan atau tanpa disertai adanya lendir atau darah dan frekuensi buang air besarnya telah kembali normal. Sedangkan pasien yang dikategorikan belum sembuh adalah pasien yang masih menunjukkan gejala feses dengan konsistensi cair dengan atau tanpa lendir atau darah dan/atau frekuensi buang air besarnya belum kembali normal. Selama rentang waktu dari Februari hingga April 2015 terdapat sebanyak 8,96% pasien yang mengalami kekambuhan diare. Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian Air Susu Ibu (ASI), riwayat penggunaan botol susu, kondisi lingkungan, dan status gizi pasien dengan keberhasilan terapi pasien (p>0,1). Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penanganan diare balita di Puskesmas Ibrahim Adjie dan Jayagiri belum sesuai dengan panduan tata laksana diare pada balita yang telah ditetapkan, yaitu tidak semua pasien diare balita menerima resep oralit dan zink. Di kedua Puskesmas juga masih terdapat kemungkinan peresepan antibiotik yang tidak rasional. Selain itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian ASI, riwayat penggunaan botol susu, kondisi lingkungan, dan status gizi pasien terhadap keberhasilan terapi pasien.