Munculnya berbagai komunitas seni disabilitas di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Bali, dan Makasar. Di Bandung terdapat komunitas disabilitas Bala Vision (Balvi) sebagai komunitas tunanaetra pertama yang menekuni kegiatan seni lukis. Komunitas ini beranggotakan penyandang tunanetra dalam kategori low vision (masih memiliki sisa penglihatan) dan totally blind (buta total). Karya seni lukis komunitas Balvi menjadi bukti bahwa penyandang tunanetra memiliki minat dan potensi di bidang seni visual. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji proses kreasi, kecenderungan visual, dan fungsi seni bagi komunitas tunanetra Balvi.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif-kuantitatif. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan observasi, dokumentasi, studi pustaka, dan wawancara. Sementara pengumpulan data secara kuantitaif dengan metode eksperimen. Metode eksperimen dengan jenis Quasi eksperimental menggunakan model time-series design, yaitu dengan cara membagi periode berkarya komunitas Balvi menjadi periode 1,2, dan 3. Eksperimen dilakukan pada periode 3 dengan memberikan perlakuan (treatment) kepada subjek dalam lima kali pertemuan. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif. Teori yang digunakan yaitu Proses Kreasi Graham Wallas dan metoda kritik seni Terry Barret.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses kreasi penyandang terdiri dari tahapan yang sama dengan orang awas pada umumnya, karena mereka telah memiliki pengalaman visual sebelum menjadi tunanetra. Terdapat ke-khasan dalam proses berfikir kreatif penyandang tunanetra yaitu selalau mengawali berkarya dengan bercerita pengalamannya, melakukan tahap pengujian dengan meraba karena keterbatasan visual, pengalaman visual dapat digantikan dengan pengalaman perseptual (meraba, mendengar, mencium/membau), mengenali bidang berkarya dengan cara yang terukur, pengalaman mengunjungi pameran dan diskusi dengan seniman menunjang kemampuan kognisi dan apresiasi penyandang tunanetra. Karya yang diciptakan penyandang tuananetra memiliki kecenderungan visual yaitu garis yang diciptakan membentuk pola vertikal dan horizontal, goresan garis dan warna tidak penuh atau rata, pemilihan warna didasarkan pada kepentingan mengekspresikan suatu gagasan secara simbolik, bentuk abstrak sebagai cara penyadang tunanetra menerjemahkan pengalaman perseptual yang dimilikinya. Adapun fungsi seni bagi penyandang tunanetra yaitu sebagai media ekspresi, bersosialisasi, aktualisasi diri yaitu mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki serta pengakuan dari masyarakat atas kemampuan yang dicapai, media sublimasi untuk mengekspresikan perasaan dan pengalaman yang dimiliki selama masih awas, meningkatkan rasa percaya diri, memberi nilai edukasi, dan pemasukan ekonomi.