Dominasi pepohonan sebagai unsur utama yang menyusun hutan hujan tropis telah berkurang akibat deforestasi. Kondisi tersebut menyebabkan banyak areal hutan yang berubah menjadi wilayah terbuka. Untuk mengembalikan fungsi-fungsi jasa ekosistem yang dimiliki hutan pada keadaan optimalnya, perlu dilakukan upaya pemulihan secara alami melalui restorasi hutan, baik yang dilakukan secara pasif maupun aktif yang melibatkan intervensi manusia. Strategi nukleasi merupakan strategi restorasi yang potensial untuk memulihkan habitat akibat deforestasi di hutan tropis secara alami dengan menggabungkan antara restorasi aktif dan pasif. Penelitian karakterisasi aspek biologis serta mekanisme pemencaran benih spesies pohon lokal terpilih di Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (TBGMK) bertujuan untuk menghasilkan spesies pohon lokal (SPL) yang potensial sebagai sumber benih untuk merumuskan desain strategi restorasi hutan.
Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mengeksplorasi keragaman spesies pohon lokal di TBGMK serta menetapkan spesies pohon lokal target sebagai calon sumber benih untuk mendukung strategi restorasi hutan. Penetapan plot pengamatan dilakukan secara purposif pada empat strata ketinggian yaitu 1000, 1100, 1200 dan 1300 m dpl. Spesies pohon lokal target dipilih dari komunitas pohon yang memiliki DBH > 10 cm, dominan, berbunga dan berbuah, disukai oleh satwa dan merupakan jenis lokal di TBGMK. Berdasarkan analisis vegetasi dan pengamatan perilaku pembungaan-pembuahan, dipilih tiga SPL calon sumber benih yaitu Schima wallichii (34 pohon), Saurauia microphylla (8 pohon) dan Castanopsis argentea (15 pohon).
Penelitian tahap kedua meliputi pengamatan periode reproduktif serta fase reproduktif, serta durasi fase reproduktif dari seluruh jenis pohon dalam plot pengamatan serta tiga SPL terpilih. Selanjutnya, pendugaan produksi dan kualitas fisik-fisiologis benih dilakukan hanya terhadap ketiga SPL terpilih. Selama dua periode pengamatan di lapangan (24 bulan), jumlah SPL yang pernah tercatat berbunga-berbuah sebanyak 242 individu pohon (60,7%) yang terdiri dari 57 spesies (73,1%). Data jumlah pohon yang berbunga-berbuah pada periode II menurun jumlahnya dibandingkan dengan periode I. Selain itu periode puncak berbunga-berbuah mengalami pergeseran dari bulan Desember 2015 pada periode I menjadi Januari 2017. Periodisitas fase reproduktif berdasarkan jumlah pohon dan jumlah spesies yang berbunga-berbunga&berbuah-berbuah di TBGMK secara umum mengikuti pola masa berbunga-berbuah. Jumlah pohon yang memasuki fase reproduktif tidak selalu sejalan jumlah spesies. Secara umum, pohon yang ada di TBGMK berbunga tidak serempak dan memiliki durasi fase reproduktif yang singkat. SPL terpilih memiliki pola masa berbunga-berbuah dan fase reproduktif yang berbeda. Tercatat sebanyak 32,3% (11 pohon) untuk S. wallichii dan 40% (6 pohon) untuk C. argentea yang telah memasuki fase reproduktif. Sementara itu, jenis S. microphylla di dalam plot pengamatan seluruhnya tercatat telah berbunga-berbuah.
Spesies S. wallichii memiliki buah kering yang pecah, benih bersayap dan berukuran kecil (panjang sekitar 0,5 cm). Setiap pohon diduga dapat menghasilkan benih sebanyak 0,13 – 0,17 kilogram dengan prosentase kecambah hasil uji laboratoium sebesar 26%. Hasil pengujian kadar air benih S. wallichii diduga hanya dapat disimpan dalam waktu singkat dan perlu segera dikecambahkan. Spesies C. argentea memiliki buah yang berduri, dalam satu buah terdiri dari 2 – 3 biji yang keras, bersifat edibel dan berukuran besar (panjang 2-3 cm). Setiap pohon diduga dapat menghasilkan benih sebanyak 34,8 – 52,1 kilogram dengan prosentase kecambah hasil uji laboratorium sebesar 72,28 %. Spesies S. microphylla memiliki buah basah, biji di dalam buah dilindungi oleh cairan berlendir yang manis, biji sangat kecil dengan ukuran panjang 0,1 cm. Setiap pohon diduga dapat menghasilkan benih sebanyak 0,02 kilogram dengan prosentase kecambah hasil uji laboratoium sebesar 25,7%.
Penelitian tahap ketiga meliputi pengamatan jarak pemencaran permudaan alami serta meneliti dan mengamati agen pemencar benih potensial bagi SPL terpilih. Jarak pemencaran permudaan alami SPL terpilih dilakukan pada areal hutan dan areal di luar hutan. Permudaan S. microphylla ditemukan pada kelompok dua dan tiga. Jarak pemencaran permudaan alami pada kelompok dua (71.6 m) lebih lebar dibandingkan dengan kelompok tiga (12.9 m) yang memiliki areal lebih luas. Dibandingkan dengan S. microphylla , jarak pemencaran permudaan alami S. wallichii (747,1 m) dan C. argentea (597,7 m) lebih lebar, terutama yang ditemukan pada kelompok 3. Permudaan alami SPL terpilih yang ditemukan di luar areal hutan tercatat sebanyak 48 bibit, dengan proporsi S. wallichii sebanyak 66,7 %, C.argentea 25 % dan S.microphylla 8,3 %. Pendekatan pengukuran jarak pemencaran permudaan alami dilakukan terhadap pohon induk di dalam hutan dan tepi hutan sebagai sumber benih. Ketiga jenis SPL terpilih diduga dapat memencar cukup jauh dari pohon induknya, dimana S. wallichii tercatat memiliki jarak 780 m, diikuti oleh C. argentea (599 m) dan S. microphylla (399m). Sementara itu, jarak pemencaran permudaan alami dari tepi hutan juga tercatat cukup jauh yaitu S. wallichii (95 m), C. argentea (317 m) dan S. microphylla (264 m).