digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak - FAIZ ISMA
PUBLIC Open In Flipbook Irwan Sofiyan

Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia dan menunjukkan tren peningkatan seiring dengan pertumbuhan populasi di dataran rendah sepanjang sungai. Selain menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan, banjir juga mengancam keberlanjutan pemanfaatan lahan pesisir. Kota Langsa, yang terletak di bagian timur Provinsi Aceh sekitar 21 km dari garis pantai Selat Malaka, merupakan salah satu kota pesisir Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. Kota ini dialiri oleh Sungai Langsa dengan panjang sekitar 60 km dan luas daerah aliran sungai (DAS) ±287,2 km². Pada bagian hilir DAS, telah terjadi degradasi ekosistem akibat konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak perikanan dan permukiman, yang berimplikasi pada hilangnya penyangga alami (green infrastructure) dan meningkatkan kerentanan banjir di wilayah pesisir. Banjir di kawasan ini dipicu oleh interaksi debit limpasan dari hulu dan pasang purnama, sehingga membentuk fenomena banjir gabungan (compound flooding). Banjir gabungan ini telah mengganggu operasional fasilitas penting seperti pelabuhan, kawasan wisata mangrove, serta mengancam produktivitas lahan tambak. Hingga saat ini, penilaian risiko banjir di kawasan pesisir Indonesia yang mempertimbangkan karakteristik banjir gabungan di zona estuari masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangkan penilaian risiko banjir gabungan di wilayah pesisir DAS Langsa. Model ini selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam merumuskan rekomendasi strategi pengurangan risiko banjir melalui pendekatan relokasi tambak dan restorasi ekosistem mangrove, guna memperkuat ketahanan wilayah pesisir sekaligus mendukung program blue carbon sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim di pesisir Indonesia. Optimasi kalibrasi koefisien kekasaran Manning dilakukan secara spasial dan temporal dilakukan dengan metode permutasi distribusi koefisien kekasaran Manning disesuaikan terhadap segmen sungai dengan rasio lebar penampang (W) dan kedalaman aliran (D) yaitu W/D>10 dan W/D<10. Model ini dikalibrasi menggunakan statistik kinerja model seperti R-Square, RMSE, PBIAS, RSR, NSE, dan ME, kemudian permutasi distribusi ini ditingkatkan terhadap segmen sungai yang memiliki rasio, W/D<10. Nilai manning yang terkalibrasi selama priode banjir di bawah pengaruh pasut dari setiap rasio segmen sungai dipakai dalam prediksi ancaman banjir di wilayah kajian. Penelitian ini mengembangkan pembobotan parameter bahaya banjir dan pemicu bahaya banjir dengan metode MCDA - GIS dari kombinasi bobot spasial menggunakan Simple Additive Weighting (SAW) dengan tingkat kepenting dinilai secara spasial dari bahaya dan pemicu bahaya banjir pesisir dan bobot dengan tingkat kepentingan dinilai oleh pakar Teknik Sumber Daya Air (SDA) menggunakan Rank Order Centroid (RoC) dengan mempertimbangkan parameter bahaya banjir kecepatan aliran dan kombinasi kedalaman dan kecepatan aliran genangan banjir yang sejauh ini masih belum digunakan dalam peraturan di Indonesia yaitu Perka BNPB No.2 Tahun 2012 dan Permen PU No. 12/PRT/M/2014 terutama untuk menilai bahaya banjir di wilayah pesisir DAS Langsa. Kemudian pembagian zona di wilayah pesisir dilakukan dengan penentuan rambatan pasang akibat tinggi muka air tertinggi dan debit hulu periode ulang dengan menggunakan model hidraulik satu dimensi (1D) HECRAS dan area genangan banjir dengan Kopling 1D/2D HECRAS. Penilaian potensi ketersediaan karbon dengan kondisi eksisting melalui kerapatan mangrove tahun 2024 menggunakan Lansat OLI 8/9 berdasarkan sebaran NDVI vegetasi mangrove di Pesisir DAS Langsa. Hasil menunjukkan bahwa nilai koefisien kekasaran Manning (n) perlu disesuaikan terhadap karakter morfometri dan pola aliran pada sungai pasut, terutama pada segmen sempit-dalam lebih sensitif terhadap pasut dan debit hulu, khususnya pada segmen sungai dengan rasio W/D < 10. Seperti pada segmen sungai dilokasi L3 dan L4, terutama pada sungai yang telah tidak terpengaruh pasut di L4 terjadi Manning dinamis dapat meningkat hingga 0,090 saat awal peningkatan debit banjir hulu dengan kondisi pasut dari hilir berada pada transisi dari surut menuju pasang, serta menurun menjadi 0,055 saat fase surut dalam kondisi banjir dan segemen sungai Lokasi Jembatan kembar (L3) dengan variasi Manning antara , sebaliknya segmen sungai lebar-dangkal dengan rasio W/D > 10 yang berada di hilir (muara sungai) menunjukkan nilai n tidak sensitif terhadap perubahan pasut khususnya di lokas Pulau Pusong (L1) dan Polisi Air (L2). Peningkatan debit hulu sebesar 29,35% pada musim hujan juga mencerminkan tingginya sensitivitas hidrograf lokal terhadap variabilitas lingkungan. Temuan ini mempertegas pentingnya pendekatan kalibrasi berbasis rasio W/D dalam pengelolaan risiko banjir di wilayah pesisir sungai pasang surut. Indeks ancaman banjir di Desa Kuala Langsa, berdasarkan data banjir tahun 2017 dengan debit puncak periode ulang 50 tahunan dan pasang purnama sebesar 1,361 m, menghasilkan zona bahaya banjir kategori rendah (FHI < 2,33) seluas 283,52 ha, kategori sedang (FHI 2,33–2,62) seluas 197,93 ha, dan kategori tinggi (FHI > 2,62) seluas 175,31 ha, yang mengancam lahan tambak, pemukiman, akses jalan, serta pelabuhan perikanan. Adaptasi lokal seperti peninggian rumah panggung dilakukan untuk mengurangi paparan risiko di beberapa permukiman. Selain itu, potensi peningkatan cadangan karbon meningkat signifikan: Zona I (dari 195,592 menjadi 247,424 ton Ceq), Zona II (dari 149,203 menjadi 201,034 ton Ceq), dan Zona III (dari 164,649 menjadi 216,481 ton Ceq), dengan asumsi peningkatan kerapatan mangrove sebesar 20%. Integrasi pendekatan Nature-based Solutions (NbS) melalui restorasi mangrove dan relokasi tambak adaptif secara spasial efektif menurunkan risiko banjir gabungan. Indeks risiko banjir berhasil ditekan rata-rata sebesar 23,7%, dengan pergeseran klasifikasi dari risiko tinggi menjadi sedang di desa seperti Alue Beurawe, Lhok Banie, dan Sungai Pauh Tanjong (Zona II), serta dari sedang menjadi rendah di 9 desa Zona II dan 3 desa Zona I. Temuan ini menegaskan efektivitas pendekatan NbS dalam pengurangan risiko banjir dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir DAS Langsa.