Arsitektur (masjid) di berbagai belahan dunia sepanjang sejarah memperlihatkan
keterkaitan yang erat antara fenomena representasi identitas dengan berbagai
dinamika sosio-politis yang terjadi. Masjid pada dasarnya merupakan lokus
artikulasi nilai, keyakinan, dan pandangan dari komunitas yang mendirikan dan
memakmurkannya. Dalam konteks Indonesia, keragaman paham atau sub-kultur
keislaman menyebabkan masjid menjadi tidak semata-mata sebagai sarana religius,
melainkan juga sebagai ruang politis bagi kelompok-kelompok keislaman dalam
upaya penegasan otoritas dan identitasnya masing-masing. Berbagai isu sosiopolitis
mengemuka sebagai akibat interaksi dinamis antar berbagai kelompok
keislaman di masjid-masjid komunitas selama beberapa dekade terakhir. Salah satu
isu sosio-politis tersebut adalah adanya konflik pengambilalihan atau perebutan
masjid. Munculnya fenomena representasi identitas pada arsitektur masjid
Nahdliyin mengindikasikan adanya keterhubungan dengan berbagai isu sosiopolitis
tersebut.
Penelitian ini bertujuan menggali dan mempelajari berbagai pola dan strategi
representasi identitas pada arsitektur masjid komunitas, khususnya masjid
Nahdliyin, dan hubungannya dengan konteks sosio-politis setempat. Karena
penelitian ini bersifat eksploratif, maka penelitian pendahuluan dilakukan terlebih
dahulu sebelum menentukan metode yang tepat bagi penelitian utama. Groundedtheory
research digunakan sebagai metode penelitian utama karena fleksibilitasnya
terhadap pengembangan kasus atau objek studi berdasarkan kebutuhan membangun
teori substantif. Metode ini juga memiliki kekuatan dalam menemukenali
keragaman dan kompleksitas pola sebagai satu kesatuan proses aksi – interaksi
berdasarkan pengalaman dan pandangan intersubjektif komunitas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya representasi identitas ditempuh
tidak hanya melalui strategi afirmasi identitas secara eksplisit maupun implisit,
namun juga dengan cara disafirmasi identitas melalui penggubahan, penghilangan,
atau peniruan elemen-elemen arsitektur. Elemen-elemen arsitektur yang menjadi
representasi identitas memiliki makna ideologis, kultural, dan politis yang penting
bagi masing-masing kelompok atau sub-kultur keislaman. Resistensi dan negosiasi
terhadap berbagai elemen arsitektur masjid menunjukkan arti penting elemenelemen
tersebut sebagai elemen representasi identitas. Selain itu, elemen-elemen
representasi identitas tersebut juga digunakan untuk menampilkan maupun
menyamarkan identitas afiliatif pada masjid-masjid komunitas. Sebagian besar
masjid komunitas berafiliasi, terutama masjid Nahdliyin, menempuh strategi
afirmasi identitas implisit dengan pemanfaatan berbagai elemen ikonografis dan
elemen simbolis untuk menampilkan identitas afiliatifnya. Sementara itu, pada
masjid-masjid komunitas tanpa afiliasi, elemen-elemen identitas dari masingmasing
kelompok mengalami negosiasi sekaligus resistensi hingga tercapai
kesepahaman atau kesepakatan bersama. Terlepas dari perbedaan pola dan strategi
representasi identitas yang ditempuh, terdapat kesadaran bersama terhadap isu
sosio-politis yang dipandang penting. Berbagai pola dan strategi representasi
identitas pada arsitektur masjid menjadi salah satu langkah prevensi konflik agar
tercipta lingkungan religius yang damai dan toleran.
Kontribusi penelitian ini adalah untuk mengusulkan teori substantif di dalam
diskursus keilmuan arsitektur mengenai afirmasi – disafirmasi identitas dan
hubungannya dengan upaya prevensi konflik di ruang publik. Lebih jauh,
pemahaman akan interaksi dan konflik sangat penting untuk memahami hubungan
manusia dengan tempat. Pada konteks tertentu, ruang publik dapat menjadi lokus
bagi kontestasi politis antar kelompok masyarakat. Dinamika interaksi dapat
menyebabkan dinamika hubungan manusia dan tempat. Selain menimbulkan
pembelaan dan keterikatan yang makin besar dengan tempat (place-attachment),
interaksi dan konflik juga dapat mengakibatkan terjadinya place-detachment.
Place-detachment dapat muncul pada situasi di mana segala proses negosiasi dan
resistensi tidak menghasilkan sebuah tempat yang representatif bagi nilai-nilai yang
dihargai oleh komunitas tertentu. Di dalam penelitian ini, place-detachment juga
menjadi salah satu jalan resolusi konflik. Salah satu kelompok melepaskan segala
keterikatannya dengan sebuah tempat sebagai jalan keluar di tengah kebuntuan
proses interaks