Perkembangan dunia yang terbayang (imaginary) sejak era informasi pada dekade
1990-an menghadirkan relung-relung eksistensi yang membawa wacana
subjektivitas dan persoalan diri (the self) yang mutakhir. Persoalan ini membentuk
cara pandang kepada muatan representasi artistik perupa-perupa muda yang
mengemuka (emerging) pada pertengahan dekade 2010-an.
Melalui tema narasi diri, proyek kuratorial ini memberikan bingkai persoalan
dalam identitas dan gugusan tanda sebagai imaji. Perumusan masalah yang
disusun adalah, bagaimana persebaran gugusan tanda dan kandungan imaji dalam
sampel perupa muda baru Bandung? Bagaimana persoalan subjek diri mereka
dimaknai melalui proses mengoleksi imaji? Dan bagaimana proses kolaborasi
dalam mewujudkan pameran dapat menyajikan suatu sajian yang bersifat
representatif terhadap kenyataan dan imaji tersebut?
Proyek kuratorial ini mempergunakan pendekatan pameran sebagai medium
artistik. Pendekatan ini menempatkan keseluruhan wujud pameran sebagai sebuah
bentuk karya seni yang tersendiri, dengan kurator berperan sebagai pengarangnya.
Penyelenggaraan pameran memanfaatkan Studio Batur sebagai ruang seni
alternatif baru. Proyek kuratorial membatasi lingkup permasalahan pada sampel 8
perupa muda yang tinggal dan bekerja di Bandung. Proses dialog kuratorial
berupaya membongkar gugusan tanda alam tatanan referensi, preferensi, dan tema
di balik perupaan karya para partisipan. Hal ini dilakukan dengan melakukan
proses bersama mengoleksi citraan dan teks secara berkala. Hasil temuan
diperlakukan sebagai bahan refleksi artistik dan modal diskusi perancangan
gagasan keseluruhan pameran.
Sajian pameran menghasilkan wujud karya individual dan kumpulan objek yang
merespon kejenuhan citraan dan paparan keseharian sebagai subversi. Ini
ditampilkan dalam ungkapan yang dingin, berjarak, terpiuh, berkeping, dan
berbayang. Sajian ini didampingi oleh proses komunikasi seni dalam bentuk kartu
indeks berisi pengentasan gagasan pameran, kutipan, pernyataan perupa, serta
sketsa yang memandu apresiator pameran. Rancangan pengalaman apresiator
menjadi wujud skenario pembaca dalam teks.