PT. PLN (Persero) sebagai perusahaan listrik di Indonesia memiliki tujuan dan bidang usaha untuk melakukan penyediaan listrik untuk kepentingan umum dalam jumlah kualitas yang memadai dan untuk menghasilkan laba serta melaksanakan penugasan Pemerintah dalam bidang tenaga listrik. Selain meningkatkan pengembangan pembangkit listrik yang fokus pada rasio elektrifikasi, keandalan daya listrik menjadi fokus PT. PLN (Persero) dalam menjalankan operasinya.
PT PLN (Persero) Transmisi Jawa Tengah adalah unit PT PLN (Persero), yang dikatakan sebagai PLN Trans-JBT, didirikan pada 31 Agustus 2015 dan mulai beroperasi pada 1 Januari 2016 yang membawa misi mengembangkan dan mengelola aset transmisi, pengendalian investasi dan transmisi logistik, melakukan pemeliharaan aset transmisi secara efektif, efisien, andal dan ramah lingkungan, di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Peralatan sistem transmisi Trans-JBT PLN terdiri dari 451 transformer dengan kapasitas 34,322.5 MVA dan panjang transmisi 12.117,90 km, dengan jumlah sumber daya manusia Trans-JBT hingga Desember 2017 dari 1785 orang.
Dalam menjalankan tugas utamanya yang kelima, manajemen logistik dilakukan oleh departemen logistik yang berdiri di bawah koordinasi Divisi Konstruksi, sesuai dengan SK. Organisasi DIR No.0108.P/DIR/2017 tgl 08 November 2017; dengan lingkup kerja pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen material dan manajemen logistik untuk menjaga ketersediaan bahan dan logistik, guna menciptakan keandalan dan efisiensi dalam transmisi tenaga listrik.
Departemen logistik PLN Trans-JBT mengelola aset 1.917 jenis material dengan jumlah total 33.481, yang berlokasi di 31 gudang di 7 wilayah, dan juga aktiva tetap tidak beroperasi sebanyak 29.512 lembar tersebar di beberapa lokasi gudang logistik. Aset dikategorikan sebagai bahan cadangan, bahan persediaan dan aktiva tetap tidak beroperasi. Manajemen dan keamanan fisik aset tersebut merupakan prioritas penting bagi departemen logistik untuk memastikan bahwa manajemen tertib administrasi, dan integritas aset perusahaan (dalam pengelolaan fungsi logistik) terpelihara dengan baik.
Ada beberapa kejadian yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan dari proses logistik, seperti kehilangan material yang dikategorikan sebagai aktiva tetap tidak beroperasi, dan kerusakan material yang disebabkan oleh kegagalan dalam penanganan material.
Kondisi seperti itu, menyebabkan ketidaksiapan material, menjadi masalah bisnis dalam penelitian ini, yang dapat menghambat proses bisnis lainnya, seperti penanganan gangguan transmisi listrik tenaga listrik, dan proyek konstruksi transmisi.
Faktor dan penyebab kejadian yang diidentifikasi dalam FGD, adalah beberapa risiko yang timbul dari proses bisnis logistik. Departemen logistik belum melakukan penilaian risiko terhadap proses bisnisnya, sehingga tidak ada identifikasi awal atas peristiwa yang dapat menimbulkan risiko bisnis bagi perusahaan. Oleh karena itu, setiap kejadian yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan belum dipersiapkan mitigasinya.
Departemen logistik menghadapi beberapa potensi risiko yang harus dimitigasi, seperti risiko keuangan yang mengakibatkan biaya tambahan dan hilangnya pendapatan, dan risiko operasional yang timbul dari operasi logistik manajemen jika tidak dilakukan dengan baik. Selain itu, risiko kehilangan material, kerusakan material, penipuan tenaga kerja dan kecelakaan di tempat kerja adalah beberapa contoh risiko yang mungkin terjadi di departemen logistik.