digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Aprilia Anggraeni P._27117067.pdf
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

Pada tahun 2015, Indonesia dihadapkan pada penataan kota yang melibatkan penggusuran paksa di beberapa titik kota besar dan pada akhirnya ribuan masyarakat mengalami relokasi ke rusunawa. Adanya relokasi ini menyebabkan perubahan lingkungan dari perkampungan padat ke perumahan vertikal yang dialami oleh anak-anak. Mereka dihadapkan pada immediate environment di lingkungan rusunawa sehingga berbagai aspek kehidupan berubah, terutama aspek sosial yang erat kaitannya dengan area komunal. Aspek sosial yang menyangkut kebutuhan interaksi sosial berhubungan dengan konteks yang melingkupinya, terutama konteks lingkungan fisik. Ketika lingkungan fisik berubah, maka kesempatan berinteraksi anak dapat berbeda. Hubungan antara anak dan lingkungan fisiknya tidak dapat lepas dari keterlibatan emosi ketika anak merasakan lingkungan fisik tersebut. Ketika emosi sudah terlibat maka makna terbentuk dalam benak anak. Perubahan lingkungan dan potensi perbedaan kesempatan berinteraksi memungkinkan adanya pembentukan makna baru pada area komunal rusunawa. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap pemaknaan ruang yang diberikan anak terhadap area komunal rusunawa, dengan melihat cara penggunaan area komunal oleh anak dan pengaruh physical setting dalam interaksi sosial yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis multiple case study dan prosedur analisis deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan wawancara. Subjek penelitian adalah anak dengan umur 2 sampai 13 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna dapat terbentuk akibat adanya hubungan antara anak dengan lingkungan fisiknya. Pemaknaan ruang oleh anak mulai terlihat dari umur 5 tahun. Anak dengan umur dibawah 5 tahun belum dapat menggunakan area komunal secara optimal karena masih berada dalam pengawasan yang ketat oleh orang tua atau relasinya yang lebih tua. Terdapat 4 makna yang ditemukan dalam hubungan tersebut. Makna pertama ditemukan pada tingkat mesosystem, pengalaman anak di lingkungan lamanya mempengaruhi bagaimana anak melihat kebebasan berinteraksi dengan masyarakat sekitar rusunawa atau dalam lingkup eksternal. Jarak relokasi, jumlah relasi anak, stimulan pendorong aktivitas dan jarak eksplorasi mempengaruhi pembentukan makna ini. Makna kedua ditemukan pada tingkat microsystem dan terlihat dari persepsi anak terhadap kebebasan berinteraksinya di area komunal rusunawa atau dalam lingkup internal. Lingkungan fisik dari area komunal yang tidak menjamin kebebasan beraktivitas dan berekspresi dapat menimbulkan perasaan bingung pada anak dan akhirnya area komunal dipersepsi secara negatif. Makna ketiga berhubungan dengan tingkat intensitas anak pada area-area komunal tertentu yang dapat menciptakan rasa nyaman ketika berinteraksi. Pemilihan area ini dipengaruhi oleh faktor fleksibilitas, pemisahan zona, variasi aktivitas, lokasi dan faktor atraktif. Sedangkan makna keempat berhubungan dengan respon anak terhadap elemen-elemen fisik yang ada di area komunal. Bentuk respon yang ditemukan adalah hidden affordance, perceived affordance dan territoriality.