Potensi bahaya gempabumi yang ada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta tergolong cukup besar. Pemerintah perlu mempersiapkan strategi mitigasi melalui pembuatan peta mikrozonasi gempabumi. Salah satu bagian penting dari pembuatan peta tersebut adalah mengetahui amplifikasi tanah/batuan dan kaitannya dengan kondisi geologi setempat.
Metode penelitian ini menggunakan tiga tahap analisis. Tahap pertama adalah menganalisis fasies endapan Kuarter berdasarkan data lima (5) bor inti dengan kedalaman 300-400 m. Tahap kedua adalah menentukan nilai amplifikasi pada seratus (100) titik bor inti kedalaman 30-40 m berdasarkan SNI 1726:2012. Tahap terakhir adalah melakukan analisis respon tanah nonlinier satu dimensi menggunakan perangkat lunak nonlinear earthquake site response analyses (NERA) dengan skenario input motion sintetik untuk sumber gempabumi benioff, megathrust, dan shallow crustal fault.
Litofasies di daerah penelitian secara umum merupakan fasies endapan darat, transisi, dan linier klastika/linear clastic shoreline. Hasil analisis klasifikasi tanah dan nilai amplifikasi sesuai SNI 1726:2012 adalah untuk tanah lunak berkisar 1,020-1,047 kali, tanah sedang 1,140-1,149 kali, dan tanah keras 1,040-1,049 kali. Nilai amplifikasi rata-rata berdasarkan NERA untuk sumber gempabumi benioff 0,561-0,678 kali, megathrust 0,618-0,805 kali, dan shallow crustal fault 0,601-0,789 kali dengan nilai percepatan puncak di permukaan tanah (PSA) secara berurutan sebesar 0,202-0,244 g, 0,218-0,284 g, dan 0,211-0,277 g. Secara vertikal lokasi yang didominasi oleh fasies endapan darat memiliki nilai amplifikasi yang lebih besar dibandingkan dengan endapan transisi dan endapan linier klastika. Sebaran nilai PSA dan amplifikasi di permukaan tanah secara umum cenderung membesar pada endapan kipas aluvium (Qav) dibandingkan dengan endapan pematang pantai (Qbr) dan endapan aluvium (Qa).