Penelitian ini bertujuan untuk memberikan sebuah alternatif sistem pengembangan penyediaan air minum di Kota Bukittinggi Sumatera Barat yang layak secara finansial dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat untuk air minum. Hasil penelitian keterjangkauan daya beli masyarakat untuk air minum dengan menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) menunjukan bahwa nilai
yang mampu dibayar oleh masyarakat (Ability To Pay/ATP) adalah sebesar Rp. 3.732/m3 sementara nilai yang mau dibayar masyarakat dengan adanya peningkatan pelayanan (Willingness To Pay) adalah sebesar Rp. 7.442/m3. Nilai yang didapat dengan metode ini tidak jauh berbeda jika
menggunakan ketentuan Permendagri No 23 Tahun 2006 dan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Barat dengan perbedaan sebesar Rp. 144/m3. Selain itu evaluasi metode ini juga menunjukan bahwa metode CVM yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan 87% faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar masyarakat untuk pengembangan sistem penyediaan air minum. Berdasarkan nilai keterjangkauan daya beli masyarakat tersebut maka sistem 4 merupakan sistem terpilih karena memiliki kelayakan finansial yang terbaik dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Sistem 4 merupakan sistem pengembangan air minum dengan menggunakan mata air Sutijo sebagai sumber air baku dengan kapasitas 300 L/detik. Pembangunan akan dilaksanakan melalui dua tahap, tahap I pada tahun 2016-2024 sebesar 100 L/detik dan tahap II pada tahun 2024-2035 sebesar 200 L/detik. Sistem ini membutuhkan biaya investasi pada tahap I
sebesar Rp. 39.529.387.287 dan tahap II sebesar Rp. 64.821.997.789. Kebutuhan investasi akan didanai melalui penyertaan modal pemerintah dimana unit air baku 100% dibiayai oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, unit produksi 70% dibiayai oleh Direkrtorat Jenderal Cipta Karya dan 30% melalui pinjaman Bank sementara unit distribusi 30% dibiayai oleh APBD Kota Bukittinggi
dan 70% melalui pinjaman Bank. Dengan penggunaan tarif dasar air minum sebesar Rp. 3.700/m3 maka skema pembiayaan ini layak secara finansial dengan nilai NPV, BCR dan BEP secara berurutan sebesar Rp. 55.580.153.601, 1,25 dan 7 tahun serta Harga Pokok Produksi sebesar Rp.
2.432/m3. Analisa sensitivitas menunjukan bahwa sistem ini masih layak untuk dilaksanakan dengan adanya resiko kenaikan biaya operasional, kenaikan biaya investasi, dan penurunan pendapatan air masing-masing sebesar 10%.