Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk yang paling banyak di dunia. Hal tersebut membuat aktivitas konstruksi pada daerah perkotaan di Indonesia, khususnya hunian, dituntut cepat, efisien, perawatan yang mudah dan masa layan yang tinggi. Namun, Indonesia berada pada wilayah aktivitas gempa yang tinggi sehingga desain dan konstruksi akan lebih lama dan rumit. Oleh karena itu, beton pracetak segmental menjadi pilihan yang tepat untuk konstruksi Indonesia kedepannya.
Beton pracetak segmental dengan sistem konvensional memiliki masalah utama, yaitu disipasi energi tidak sebaik beton pengecoran cast-in-situ (Hewes and Priestley, 2002) dan permasalahan sambungan pada daerah join tempat disipasi energi gempa. Sistem hybrid dikembangkan untuk mengatasi permasalahan sistem konvensional. Sistem hybrid juga memiliki model histeretik yang unik, yaitu model flag shape. Secara nyata, model histeretik direpresentasikan oleh sifat self-centering saat terjadi rocking mechanism pada daerah join. Hasilnya, residual deformation pada sistem hybrid lebih kecil dibandingkan sistem konvensional.
Model yang digunakan dalam analisis ini adalah struktur gedung apartemen 20 lantai. Hasil analisis pushover dan Non-Linier Time History (NLTH) membuktikan bahwa level kinerja untuk sistem hybrid dan sistem konvensional sama. Analisis pushover menunjukkan level kinerja dari model adalah immediate occupancy sedangkan NLTHA menunjukkan level kinerja Life Safety.