Kemacetan di kota Bandung terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah titik kemacetan dari yang berjumlah 12 titik pada tahun 2009 hingga menjadi 44 titik pada tahun 2013 (Dishub Kota Bandung, 2016). Hal ini juga didorong dengan tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor per tahunnya sebesar 9,34% yang tidak sebanding dengan pertumbuhan panjang jalan yang hanya sebesar 1,29% (Dishub Kota Bandung, 2016). Kemacetan ini mengakibatkan adanya dampak buruk antara lain secara sosial, lingkungan dan ekonomi (Sarwanta, 2015: Dishub kota Bandung, 2016). Adanya transportasi umum di kota Bandung belum dapat mengatasi masalah kemacetan ini. Jika dilihat load factor angkutan umum di kota Bandung hanya sebesar 36,6% (Dishub kota Bandung, 2016). Oleh karena itu salah satu yang perlu dilakukan adalah memperbaiki kinerja layanan Angkot sebagai transportasi umum utama di kota Bandung sehingga diharapkan load factor tersebut meningkat. Untuk memperbaiki kinerja layanan Angkot Bandung, dilakukan evaluasi kinerja layanan yang ada saat ini berdasarkan persepsi penumpang yang dilakukan dengan survei berbentuk pengisian kuesioner. Hasil dari survei tersebut lalu diolah untuk mengetahui variabel-variabel yang memiliki prioritas tinggi untuk diperbaiki menggunakan matriks Importance-Performance Analysis. Setelah itu dilakukan analisis untuk menghasilkan Critical to Satisfaction menggunakan House of Quality. Selanjutnya dilakukan proses perancangan yang dilakukan menggunakan 5w1h, analisis morfologi, serta matriks pugh. Berdasarkan proses perancangan usulan, didapat beberapa usulan yang dapat dilakukan oleh pihak Dishub dalam jangka waktu dekat. Usulan pertama yaitu memasang peta yang berisi informasi rute-rute Angkot yang ada di kota Bandung. Usulan kedua yaitu memasang informasi tarif untuk menstandardisasi harga yang perlu dibayar penumpang saat menggunakan Angkot. Usulan ketiga yaitu melakukan verifikasi kepada sopir Angkot terkait kepemilikan SIM dan izin.