digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak Target pencapaian RPJMN 2015-2019 di bidang air minum yaitu meningkatkan akses aman air minum 100%. Target tersebut masih dihadapkan beberapa tantangan, salah satunya adalah rendahnya komitmen Pemerintah Daerah (Pemda) terkait pendanaan air minum untuk melakukan pengembangan jaringan distribusi, walaupun bagian dari tanggung jawab Pemerintah Daerah. Sistem jaringan distribusi merupakan sistem yang penting dalam penyediaan air bersih yang merupakan ujung tombak penyediaan air bersih kepada masyarakat, sekaligus sumber pendapatan bagi penyelenggara SPAM. Pendapatannya tersebut diperoleh melalui tingkat penjualan air. Dalam rangka menjamin ketersediaan air yang memenuhi secara kuantitas dan kualitas di Kecamatan Cimahi Tengah maka diperlukan studi pengembangan jaringan distribusi. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi teknis perencanan pengembangan jaringan distribusi serta strategi pendanaan pengembangan jaringan distribusi pelayanan sistem penyediaan air minum di Kecamatan Cimahi Tengah, dengan mempertimbangkan kemampuan dan kemauan masyarakat serta dukungan pendanaan oleh institusi pengelola air minum. Dalam merancang desain jaringan distribusi air minum yang efisien dan efektif dapat menggunakan simulasi EPANET. Penelitian ini memilih diantara tiga alternatif simulasi jaringan distribusi. Selain itu untuk membangun pelayanan penyediaan air minum, hal utama yang perlu diperhatikan adalah mengenai kesediaan pelanggan untuk membayar pelayanan yang akan diberikan. Kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar penyediaan air minum di Kecamatan Cimahi Tengah, dianalisa menggunakan metode valuasi kontingensi (Contingen Valuation Method). Berdasarkan hasil simulasi EPANET, sistem jaringan distribusi altenatif dengan sistem cabang dan sedikit loop, merupakan jaringan yang terpilih. Alternatif tersebut telah memenuhi kriteria teknis yaitu sisa tekan pada setiap node, kebutuhan air setiap node, kecepatan alir, panjang pipa dan diameter pipa. Hasil dari metode CVM menunjukkan bahwa Nilai WTP masyarakat lebih rendah dari nilai ATP nya. Nilai WTP sebesar Rp 1.500/m3 dan nilai ATP nya adalah 2.600/m3. WTP pemasangan sambungan baru adalah sebesar Rp 860.500. Selain itu evaluasi metode ini juga menunjukkan bahwa metode CVM yang digunakan dalam penelitian ini memeliki korelasi regresi sebesar 0,7, yang dikategorikan memiliki korelasi kuat untuk masing-masing faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar masyarakat untuk pengembangan sistem jaringan distribusi air minum. Skema pembiayan yang sesuai dengan nilai WTP masyarakat adalah skema 100% hibah dengan bentuk UPTD dan skema 93% hibah APBD dan 7% modal sendiri dengan bentuk kelembagaan BLUD. Dengan demikian bentuk kelembagaan UPTD Kota Cimahi saat ini cukup ideal sebagai tahap awal pengembangan pelayanan air minum yang memisahkan diri dari PDAM Kabupaten Bandung. Namun kelembagaan ini dapat ditingkatkan menjadi bentuk BLUD. Harga pokok produksi air yang diperoleh dari skema pembiayaan dengan bentuk BLUD, hanya sebesar Rp. Rp 1.467.-/m3 dan pemasangan sambungan baru sebesar Rp 840.425. Nilai tersebut masih berada di bawah nilai WTP masyarakat. Bentuk kelembagaan PDAM dapat dicapai dengan mengikuti beberapa prasyarat kondisi yaitu peningkatan kinerja pelayanan air minum dan nilai kemauan masyarakat untuk membayar meningkat mengikuti nilai ATP masyarakat saat ini.