Seiring dengan perkembangan zaman, makin banyak kaum perempuan yang juga statusnya seorang ibu sekaligus sebagai seorang pekerja. Dari data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Agustus tahun 2012 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), secata total persentase perempuan yang bekerja sebesar 47,91%. Persentase perempuan yang bekerja di perkotaan sebesar 44,74%, sedangkan di perdesaan sebesar 51,10%. Jumlah pekerja perempuan yang cukup besar ini, menggambarkan permasalahan mengenai pengasuhan anak khususnya mengenai permasalahan tempat penitipan anak.
Banyaknya keluhan dan kasus pada penitipan anak karena ibunya bekerja ditanggapi dengan serius oleh Pemerintah. Hal ini disampaikan dengan bentuk Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 tahun 2015 tentang Urgensi Penyediaan Sarana Kerja yang Responsif Gender .
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana implementasi Peraturan Menteri No 5 Tahun 2015 dijalankan oleh institusi pemerintah di Kota Bandung. Temuan-temuan yang didapat Penulis di lapangan kemudian dianalisis dan dibahas dengan melakukan pendekatan dari Teori Gender , Petunjuk Teknis Penitipan Anak dan Teori Laktasi
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyediaan sarana dan prasarana kerja yang responsif gender belum maksimal diterapkan oleh institusi pemerintah di Kota Bandung. Perlunya dukungan dari berbagai pihak untuk mendukung terlaksananya sarana kerja yang responsif gender
Kata kunci: Gender, tempat penitipan anak, laktasi sarana kerja, pemerintah kota Bandung