Salah satu dampak yang sangat penting dari sektor pertambangan adalah efeknya terhadap kualitas sumber daya air permukaan. Patut disadari juga bahwa setiap tambang memiliki umur produksi dan suatu saat bahan galian yang berharga akan habis. Maka pada saat itu dimana lebih dikenal dengan tahap pascatambang, perusahaan tambang harus memiliki suatu rencana pengelolaan air permukaan yang bersifat berkelanjutan
mandiri (self sustained) agar dampak yang telah dikelola pada tahap operasi akan tetap tidak memberikan pengaruh negatif ketika hanya alam yang bekerja. Dampak lain yang
cukup penting adalah potensi terbentuknya bukaan masif (void) ada akhir tambang jika penambangan dilakukan dengan metode tambang terbuka. Tanpa perencanaan yang baik maka void ini akan berpotensi untuk hanya menjadi suatu lubang besar yang tidak bermanfaat dan bahkan mungkin menimbulkan bahaya bagi lingkungan sekitarnya.
Karena besar kemungkinan void ini untuk terisi atau diisi dengan air maka sesungguhnya void ini juga memiliki potensi untuk menjadi sumber daya baru, khususnya sumber daya air pada tahap pascatambang. Salah satu areal tambang yang telah non aktif di areal pertambangan PT. Adaro Indonesia adalah sebagian dari tambang Paringin. Di area tersebut, perusahaan telah
membuat proyek percontohan penutupan tambang sebagai uji awal untuk mendapatkan masukan bagi upaya perumusan rencana penutupan tambang secara keseluruhan di masa
mendatang. Bagian penting dari proyek tersebut adalah danau bekas tambang (pitlake) hasil dari void yang terisi air. Dilakukan kajian terhadap pitlake mengenai aspek kuantitas, kualitas dan kesesuaian rencana pemanfaatan agar dapat dirumuskan langkahlangkah tepat yang harus dilakukan untuk mempersiapkan penutupan tambang sejak tambang masih dalam tahap operasi agar diperoleh kondisi pasca tambang yang baik dan berkelanjutan dari segi pengelolaan air permukaan.
Hasil kajian menunjukkan bahwa dari aspek kuantitas, pitlake Paringin telah dapat dimanfaatkan secara in-situ dengan jumlah air 2,5 juta m3. Namun untuk pemanfaatan
ex-situ, masih belum dimungkinkan secara optimal karena volume tumpahan yang dapat dimanfaatkan hanya sekitar 72.000 m3 per bulan. Dari aspek kualitas, hanya ditemukan masalah apabila digunakan baku mutu untuk air kelas II dimana untuk parameter TSS berada di atas baku mutu yaitu 123 mg/L. Sehingga untuk pemanfaatan air kelas II perlu ditinjau ulang. Namun hasil pemodelan parameter DO memberikan fluktuasi DO antara 2,5 – 12 mg/L pada permukaan dan 1,7 – 6 mg/L pada kedalaman 6 m sehingga untuk pemanfaatan sebagai area budidaya ikan sangat dimungkinkan.