Flow slide masif dengan deformasi kurang lebih 1 km terjadi di lereng yang landai
di Petobo selama likuefaksi Gempa Palu 2018. Deformasi lateral yang sangat besar
akibat likuefaksi belum sepenuhnya dipahami. Pemahaman yang komprehensif
tentang mekanisme fenomena ini sangat penting untuk mitigasi bencana serupa di
masa depan. Penelitian ini menjelaskan mekanisme flow slide di Petobo, dan
bagaimana likuefaksi dapat memicu flow slide yang sangat jauh pada lokasi
tersebut. Likuefaksi biasanya hanya memicu deformasi lateral beberapa hingga
beberapa belas meter, namun di Petobo deformasi lateral terjadi di luar ekspektasi
berdasarkan catatan kejadian yang pernah ada. Penelitian ini dilakukan berdasarkan
data investigasi geoteknik, meliputi uji parit, MASW, CPT, Bor, dan pengujian
laboratorium. Uji tabung likuefaksi juga dilakukan untuk menyelidiki mekanisme
void redistribution akibat likuefaksi. Selain itu dilakukan juga analisis numerik
menggunakan perangkat lunak FLAC dengan model material PM4SAND untuk
mendapatkan pengaruh ketebalan, kepadatan relatif lapisan terlikuefaksi, rasio
permeabilitas kcap/ksand, dan ketidakseragaman permeabilitas pada lapisan yang
terlikuefaksi.
Flow slide Petobo, berdasarkan pola deformasi dapat dibagi menjadi 2 blok. Blok
Pertama merupakan blok yang sangat tercairkan, dan Blok Kedua merupakan
bagian yang mengalami ekstensi lateral dan jungkiran. Muka air tanah pada Blok
Pertama dangkal, sedangkan pada Blok Kedua lebih dalam. Hasil investigasi
lapangan dan laboratorium pada area flow slide mengkonfirmasi adanya cap layer
di atas lapisan yang berpotensi terlikuefaksi. Pada area flow slide lapisan yang
berpotensi likuefaksi cenderung lebih tebal dibandingkan dengan area yang tidak
mengalami flow slide. Lapisan yang berpotensi terlikuefaksi bisa terdiri dari
beberapa lapisan yang terlikuefaksi dengan perbedaan permeabilitas akibat
perbedaan kandungan butir halus. Beberapa kondisi yang ditemui pada lokasi tidak
flow slide meliputi kondisi lapisan pasir tipis berselingan dengan lempung, lanau,
atau gravel; di bawah cap layer terdapat lapisan yang lebih kasar seperti gravel,
atau lapisan yang sangat padat; dan lereng sudah relatif datar.
Secara umum hasil simulasi numerik berkorelasi dengan temuan dilapangan atau
uji laboratorium. Hasil simulasi numerik menunjukan lapisan yang terlikuefaksi
mengalami pengurangan angka pori, namun pada bagian atas yang terlikuefaksi
tersebut seiring proses disipasi mengalami peningkatan angka pori. Semakin tebal
ii
lapisan terlikuefaksi, maka semakin besar peningkatan angka pori (pertambahan
regangan volumetrik) lapisan tepat di bawah cap layer. Semakin rendah kepadatan
relatif, maka semakin besar potensi pertambahan angka pori lapisan di bawah cap
layer. Semakin besar rasio permebilitas kcap/ksand maka semakin kecil regangan
volumetrik maksimum yang dapat terjadi, sebaliknya semakin kecil kcap/ksand maka
semakin besar volumetrik maksimum yang dapat terjadi. Pengaruh rasio
permeabilitas pada regangan volumetrik yang terbentuk relatif kecil pada saat
kcap/ksand < 1x10-2. Sehingga berdasarkan hubungan kandungan butir halus dengan
permeabilitas, maka disimpulkan perbedaan kandungan butir halus lebih dari 10%
dapat dipertimbangkan sebagai cap layer. Dengan adanya ketidakseragaman
permeabilitas pada lapisan yang terlikuefaksi, peningkatan angka pori terlebih
dahulu terjadi diantara lapisan yang terlikuefaksi yang kemudian merambat naik ke
bawah cap layer. Selain itu tegangan efektif hampir 0 dapat tersebar diantara
lapisan yang terlikuefaksi yang memiliki permeabilitas yang lebih rendah selama
proses disipasi. Fenomena ini dapat mengakibatkan tebal lapisan yang mengalami
penurunan kekuatan geser semakin tebal dan potensi deformasi semakin besar.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan terkait flow slide
akibat likuefaksi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi potensi
longsoran di lokasi lain.