digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Flow slide masif dengan deformasi kurang lebih 1 km terjadi di lereng yang landai di Petobo selama likuefaksi Gempa Palu 2018. Deformasi lateral yang sangat besar akibat likuefaksi belum sepenuhnya dipahami. Pemahaman yang komprehensif tentang mekanisme fenomena ini sangat penting untuk mitigasi bencana serupa di masa depan. Penelitian ini menjelaskan mekanisme flow slide di Petobo, dan bagaimana likuefaksi dapat memicu flow slide yang sangat jauh pada lokasi tersebut. Likuefaksi biasanya hanya memicu deformasi lateral beberapa hingga beberapa belas meter, namun di Petobo deformasi lateral terjadi di luar ekspektasi berdasarkan catatan kejadian yang pernah ada. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data investigasi geoteknik, meliputi uji parit, MASW, CPT, Bor, dan pengujian laboratorium. Uji tabung likuefaksi juga dilakukan untuk menyelidiki mekanisme void redistribution akibat likuefaksi. Selain itu dilakukan juga analisis numerik menggunakan perangkat lunak FLAC dengan model material PM4SAND untuk mendapatkan pengaruh ketebalan, kepadatan relatif lapisan terlikuefaksi, rasio permeabilitas kcap/ksand, dan ketidakseragaman permeabilitas pada lapisan yang terlikuefaksi. Flow slide Petobo, berdasarkan pola deformasi dapat dibagi menjadi 2 blok. Blok Pertama merupakan blok yang sangat tercairkan, dan Blok Kedua merupakan bagian yang mengalami ekstensi lateral dan jungkiran. Muka air tanah pada Blok Pertama dangkal, sedangkan pada Blok Kedua lebih dalam. Hasil investigasi lapangan dan laboratorium pada area flow slide mengkonfirmasi adanya cap layer di atas lapisan yang berpotensi terlikuefaksi. Pada area flow slide lapisan yang berpotensi likuefaksi cenderung lebih tebal dibandingkan dengan area yang tidak mengalami flow slide. Lapisan yang berpotensi terlikuefaksi bisa terdiri dari beberapa lapisan yang terlikuefaksi dengan perbedaan permeabilitas akibat perbedaan kandungan butir halus. Beberapa kondisi yang ditemui pada lokasi tidak flow slide meliputi kondisi lapisan pasir tipis berselingan dengan lempung, lanau, atau gravel; di bawah cap layer terdapat lapisan yang lebih kasar seperti gravel, atau lapisan yang sangat padat; dan lereng sudah relatif datar. Secara umum hasil simulasi numerik berkorelasi dengan temuan dilapangan atau uji laboratorium. Hasil simulasi numerik menunjukan lapisan yang terlikuefaksi mengalami pengurangan angka pori, namun pada bagian atas yang terlikuefaksi tersebut seiring proses disipasi mengalami peningkatan angka pori. Semakin tebal ii lapisan terlikuefaksi, maka semakin besar peningkatan angka pori (pertambahan regangan volumetrik) lapisan tepat di bawah cap layer. Semakin rendah kepadatan relatif, maka semakin besar potensi pertambahan angka pori lapisan di bawah cap layer. Semakin besar rasio permebilitas kcap/ksand maka semakin kecil regangan volumetrik maksimum yang dapat terjadi, sebaliknya semakin kecil kcap/ksand maka semakin besar volumetrik maksimum yang dapat terjadi. Pengaruh rasio permeabilitas pada regangan volumetrik yang terbentuk relatif kecil pada saat kcap/ksand < 1x10-2. Sehingga berdasarkan hubungan kandungan butir halus dengan permeabilitas, maka disimpulkan perbedaan kandungan butir halus lebih dari 10% dapat dipertimbangkan sebagai cap layer. Dengan adanya ketidakseragaman permeabilitas pada lapisan yang terlikuefaksi, peningkatan angka pori terlebih dahulu terjadi diantara lapisan yang terlikuefaksi yang kemudian merambat naik ke bawah cap layer. Selain itu tegangan efektif hampir 0 dapat tersebar diantara lapisan yang terlikuefaksi yang memiliki permeabilitas yang lebih rendah selama proses disipasi. Fenomena ini dapat mengakibatkan tebal lapisan yang mengalami penurunan kekuatan geser semakin tebal dan potensi deformasi semakin besar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan terkait flow slide akibat likuefaksi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi potensi longsoran di lokasi lain.