digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

TelkomGroup merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia yang menguasai lebih dari 50% market share telekomunikasi. Salah satu bisnis yang ditetapkan sebagai second curve Telkom adalah layanan telepon tetap nirkabel (disebut juga dengan Fixed Wireless Access – FWA) dengan nama produk TelkomFlexi. Operator telekomunikasi lainnya yang bermain di bisnis FWA adalah Bakrie Telecom (Esia), Indosat (Starone) dan Mobile-8 (Hepi). Secara nasional TelkomFlexi menguasai market share pelanggan FWA terbesar. Namun hal ini tidak dapat dijadikan tolak ukur kesuksesan di persaingan karena hanya TelkomFlexi yang memiliki ijin nasional sejak awal diluncurkannya layanan FWA. Persaingan FWA yang nyata dapat dilihat di daerah Jakarta dan Jawa Barat dimana ke empat operator sama-sama memulai menggelar layanan FWA. Dan di dua daerah ini, Telkom Flexi kalah jauh dibanding Esia.Keberhasilan Esia ini didukung oleh komunikasi pemasaran yang baik. Komunikasi pemasaran yang baik dapat dibangun dari iklan yang intensif dan faktor non iklan lainnya. Dari sisi belanja iklan, TelkomFlexi memiliki keterbatasan mengingat portofolio produk Telkom sangat beragam yang masing-masing membutuhkan dana promosi. Sehingga isu bisnis dan akar masalah yang hendak dicari solusinya adalah bagaimana mendayagunakan komunikasi pemasaran non iklan untuk mengejar posisi Esia di Jawa Barat dan Jakarta. Strategi komunikasi pemasaran non iklan, yang diyakini memiliki efek tiga kali lebih besar dibanding iklan berbayar, adalah dengan strategi Word Of Mouth (WOM) yang positif. WOM positif ditujukan untuk mempengaruhi pelanggan (potensial) dalam keputusan perilaku pembeliannya. Orang yang menyebarluaskan WOM positif disebut dengan influencer.Portofolio produk Telkom yang beragam membutuhkan sumber daya manusia yang besar juga. Jumlah karyawan Telkom merupakan yang terbesar dibanding operator telekomunikasi lainnya. Karyawan Telkom yang besar ini merupakan kekuatan Telkom dalam konteks WOM. Karyawan Telkom dapat diberdayakan menjadi influencer TelkomFlexi. Namun sebelum memberdayakan karyawan sebagai influencer, perlu dilakukan penelitian untuk melihat apakah ada potensi untuk hal tersebut. Product knowledge, kepuasan, loyalitas, koneksi sosial, kebiasaan membagikan pengalaman dan kesediaan merekomendasikan TelkomFlexi merupakan atribut-atribut yang membentuk potensi karyawan sebagai influencer. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel semua karyawan bidang riset bisnis TelkomRDC. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode kualitatif Etnografi. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa semua atribut diatas menunjukkan hal-hal yang positif sehingga karyawan Telkom memiliki potensi untuk menjadi influencer TelkomFlexi.Setelah mengetahui adanya potensi influencer karyawan TELKOM maka disusun beberapa alternatif solusi bisnis. Program membangun kapabilitas karyawan sebagai Opinion Leader dan program pengembangan komunitas di lingkungan tempat tinggal karyawan dipilih sebagai solusi bisnis dimana pemberdayaan karyawan sesebagai influencer TelkomFlexi akan optimal hasilnya.